SonoraBangka.Id - Bagi populasi Kanada yang semakin beragam dan multibudaya, juga sedang merenungkan sejarah kolonialismenya, hubungan dengan Kerajaan Inggris tampak semakin tidak relevan.
Pasca kematian Ratu Elizabeth II, ada satu kecemasan yang ditakutkan warga Kanada. Yakni munculnya kembali perdebatan tentang masa depan sistem monarki di negara mereka.
Warga Kanada sebenarnya merasa sangat dekat dengan Ratu Elizabeth II hingga akhir hayatnya. Namun, hubungan mereka dengan Kerajaan Inggris semakin tegang, sampai-sampai para pengamat percaya kematian sang ratu pada Kamis (8/9/2022) lalu akan menghidupkan kembali perdebatan tentang masa depan sistem monarki di Kanada.
“Kanada adalah monarki pengecualian di tengah-tengah benua yang cenderung berbentuk republik,” kata March Chevrier, dosen politik di University of Quebec di Montreal.
Dalam beberapa minggu ke depan, setelah masa berkabung usai, menurut dia, perdebatan akan kembali mengemuka. Raja Inggris adalah kepala negara Kanada, tetapi perannya sebagian besar bersifat seremonial, bahkan lebih seremonial ketimbang di Inggris.
Di Kanada, pihak kerajaan diwakili seorang gubernur jenderal, yang dipilih oleh perdana menteri.
Perdana Menteri Justin Trudeau memuji pemerintahan Elizabeth. Dia mencatat bahwa Elizabeth telah menjadi “ratu selama hampir setengah usia Kanada” dan mengumumkan masa berkabung selama sepuluh hari.
Seluruh bendera di Kanada dikibarkan setengah tiang di seantero negeri dan upacara peringatan nasional rencananya digelar di ibu kota Ottawa pada hari yang sama dengan pemakamannya di London.
Namun ketika menyangkut kemegahan, negara itu menjadi semakin ambivalen terhadap kerajaan.
“Bahkan di Kanada, sebuah negara berbahasa Inggris, dukungan bagi kerajaan semakin berkurang dari tahun ke tahun,” kata Philippe Lagasse, dosen Carleton University di Ottawa dan pakar tentang peran kerajaan di Kanada.
Menurut sebuah jajak pendapat April lalu, mayoritas kecil warga Kanada –naik menjadi 71 persen di Provinsi Quebec yang berbahasa Perancis– bahkan ingin melepaskan kerajaan, yang sebagian besar perannya kini bersifat seremonial.
Sebanyak 67 persen mengaku menentang naik takhtanya Charles menjadi raja Inggris. Kunjungannya ke Kanada Mei lalu pun hampir tidak diperhatikan. Untuk mengikuti jejak Barbados, yang pada tahun 2021 memilih untuk memisahkan diri dari Kerajaan Inggris dan menjadi sebuah republik, Kanada perlu melakukan reformasi besar-besaran terhadap institusi dan undang-undang konstitusionalnya.
Sebuah prinsip berdirinya Kanada tahun 1867 menyebutkan, “Kerajaan merupakan dasar seluruh undang-undang konstitusional,” jelas Chevrier.
Contohnya, dia mencatat bahwa kantor perdana menteri bahkan tidak tertulis dalam konstitusi Kanada, yang hanya menyebut kerajaan. Mengubah konstitusi dan menghapus monarki memerlukan upaya besar dan mungkin negosiasi politik selama bertahun-tahun karena memerlukan persetujuan bulat Parlemen serta pemerintah kesepuluh provinsi di Kanada.
Perdebatan semacam itu kemungkinan akan memanas di negara yang semakin terbelah secara politis itu. Kemudian semua simbolisme kerajaan bisa ditarget dengan tujuan untuk semakin menghapus kaitan dengan kerajaan Inggris, ujar Lagasse.
Yang menjadi target misalnya uang koin dan uang kertas pecahan 20 dollar Kanada dengan gambar wajah Ratu Elizabeth II.
Protokol-protokol tertentu juga harus diubah, khususnya sumpah kewarganegaraan. Warga negara baru Kanada diharuskan untuk bersumpah “setia kepada Yang Mulia Ratu Elizabeth II, Ratu Kanada, kepada ahli waris dan penerusnya.”
Sumpah itu tidak berhasil ditentang di pengadilan pada tahun 2014 oleh tiga orang imigran yang beralasan bahwa isi sumpah itu menyalahi keyakinan agama dan hati nurani mereka.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ketakutan Warga Kanada Setelah Ratu Elizabeth II Wafat"
Editor : Irawan Sapto Adhi