Korban melakukan hal tersebut karena tidak ada tindak lanjut dari atasannya di kantor atas kasus kekerasan seksual tersebut.
"Namun pada saat itu, apa alasannya si korban ini, atasan tidak menanggapi kasusnya," cerita Mona.
LBH Pers pun mencoba membantu korban mengadvokasi kasus kekerasan seksual yang terjadi padanya.
Menurut penuturan Mona, pada saat itu alat bukti dugaan kekerasan seksual sudah ditemukan, namun saat dikonfirmasi ke terduga pelaku, ia mengaku bahwa tidak tahu apa yang dilakukannya itu termasuk tindak kekerasan seksual.
"Dalih terduga adalah ia tidak tahu kalau perkataan yang diucapkan oleh terduga pelaku ini merupakan bentuk kekerasan seksual," tutur Mona.
Mona pun menekankan bahwa dari pengalamannya ini, penting untuk mengetahui bahwa tidak semua orang tahu bentuk kekerasan seksual itu apa.
Misalnya orang yang mengatakan hanya bercanda, tidak tahu tindakannya itu bisa menyinggung orang lain, padahal sudah menjurus ke kekerasan seksual.
"Ini menjadi tantangan berat selain kami mendapatkan bukti yang signifikan sekali di situ, ada pengakuan pelaku juga, tapi dia tidak tahu kalau itu bentuk kekerasan seksual sehingga pada saat itu dia meminta maaf kepada korban," ucap Mona.
Mona kemudian menyoroti pentingnya perusahaan media memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) atau peraturan yang dipakai ketika ada kasus kekerasan seksual. SOP ini bisa dipakai untuk penanganan dan pencegahan kekerasan seksual.
"SOP ini untuk ketika terjadinya kasus seperti tadi, penyelesaiannya itu sudah ada jalurnya, sudah ada mekanismenya, terus juga perlindungan korban, penindakan pelaku seperti apa," ujar Mona.