Jika bencana sudah terjadi, hal pertama yang bisa kita lakukan adalah tidak panik atau setidaknya tidak menunjukkan kepanikan di depan anak.
“Orang dewasa yang mendampingi anak-anak dalam hal ini orang tua atau walinya harus bersikap tenang karena anak itu seperti spons, dia sangat tergantung dengan apa yang ada di sekitarnya. Jadi kalau sekitarnya tenang maka dia akan menyerap rasa itu sehingga dia ikut tenang,” jelas Stephani.
Sebaliknya, saat kita panik atau bahkan emosional maka anak juga panik bahkan semakin ketakutan.
Sehingga sebaiknya kita tetap berusaha tenang sambil membantu menenangkan si kecil yang mungkin terlihat kaget atau takut.
Selanjutnya, pastikan kebutuhan dasar anak terpenuhi, mulai dari tempat tinggal yang aman, pakaian, makanan, sampai mainan yang bisa membantu menenangkannya. Barulah setelahnya diobservasi apakah anak masih panik, kaget, atau bahkan trauma.
3. Jelaskan kondisi yang terjadi
Ya, tidak seperti orang dewasa, anak bisa saja bingung dan kesulitan mencerna dengan situasi yang terjadi, bahkan dengan perubahan situasi yang berubah secara tiba-tiba.
Saat bencana terjadi, ajak anak berbicara. Jelaskan situasi dan kondisi yang sedang terjadi, termasuk saat harus mengungsi.
Misal, kita bisa mengatakan, “Kita untuk sementara dalam beberapa hari ke depan akan tinggal di sini, kondisinya akan berbeda dengan di rumah kita. Kondisinya sedang membahayakan sehingga kita belum bisa pulang, tapi di sini ada Mama dan Papa sehingga kamu enggak perlu khawatir.”
Berikan juga informasi kepada si kecil perkiraan berapa lama kita akan tinggal di pengungsian.
4. Hiburan
Setelah kebutuhan dasar terpenuhi, seperti tempat tinggal sementara yang aman, anak bisa istirahat dan makan dengan layak, maka barulah kita bisa menghibur anak untuk mengalihkan perhatiannya dari bencana yang terjadi.
Bisa dengan sekadar bercanda, mengobrol bersama, bermain, atau bernyayi bersama di pengungsian.
5.Perbaiki rutinitas
Terakhir, setelah melakukan kegiatan yang menurunkan ketegangan, kita bisa mulai memerhatikan rutinitas anak dalam hal belajar.
Kata Sthepani, “Harus kita pikirkan agar rutinitas anak tidak hilang. Rutinitas mereka belajar, istirahat, bermain. Misal harus tetap mengaji beribadah, itu harus tetap dilakukan, termasuk diperhatikan rutinitas jadwal istirahat anak.”
Pokoknya, sebisa mungkin anak tetap memiliki rutinitas yang sehat dan semirip mungkin dengan biasanya.
Jadi, meskipun berada di pengungsian, sebaiknya anak tetap memiliki rutinitas yang baik. Jangan sampai misalnya di pengungsian anak malah jadi bergadang setiap malam.
Artikel ini telah terbit di https://nova.grid.id/read/053623846/dampak-bencana-trauma-anak-bisa-sampai-dewasa-bagaimana-mengatasinya?page=all