Beban yang sering kali tidak dianggap ada oleh orang lain ini ternyata cukup menyedot waktu dan tenaga perempuan, lho.
"Meskipun mungkin secara fisik melakukan lebih sedikit cucian, perempuan menyadari bahwa mereka terus memegang tanggung jawab untuk memastikannya selesai," ungkap Lucia.
"Memastikan deterjen tidak habis, semua pakaian kotor masuk ke tempat cuci, selalu ada handuk bersih, dan sebagainya," imbuhnya.
Lucia menambahkan, banyak perempuan yang mengaku bahwa mereka masih menanggung beban mental rumah tangga sekalipun sudah mendapat bantuan.
Senada dengan itu, laporan dari organisasi nirlaba Bright Horison juga menemukan 72 persen ibu yang bekerja merasa mereka harus tetap mengikuti jadwal anak-anak.
Sebanyak 52 persen menghadapi kelelahan akibat tanggung jawab yang diembannya tersebut.
Beban mental ini sangat rentan membuat seorang ibu stres dan terkuras energinya.
Oleh karenanya, tidak heran jika ibu rumah tangga lebih cepat lelah walau kesibukannya di rumah terlihat tidak terlalu banyak.
Dampak Mental Load pada Ibu
Beban mental yang dirasakan ibu, baik bekerja maupun ibu rumah tangga, mempunyai konsekuensi yang mirip.
Para ibu lebih rentan stres, lelah, dan kurang bahagia dibandingkan dengan para ayah.
Maka dari itu jangan lantas merasa perempuan galak ketika ia lebih banyak mengomel di rumah, karena ada beban mental yang harus mereka tanggung.
Konsekuensi beban mental terhadap ibu akan lebih besar kepada perempuan yang berkarier.
Ini karena mereka harus memikirkan pula mengenai pekerjaan dan kariernya.
Oleh sebab itu, banyak ibu bekerja yang berhenti dan meninggalkan pekerjaannya untuk fokus pada rumah tangga.
Barangkali, keputusan tersebut dapat membantunya sedikit mengurangi mental load yang dirasakan.
Nah bagaimana menurut Kawan Puan? Apakah kamu juga merasakan beban mental setelah jadi ibu?
Artikel ini telah terbit di https://www.parapuan.co/read/533776144/mengenal-apa-itu-mental-load-beban-tak-terlihat-di-pundak-seorang-ibu?page=all