“Namun, yang banyak terjadi ayah tidak terlibat dalam pengasuhan. Ini jadi fenomena yang cukup lazim, salah satunya karena pengaruh budaya,” terangnya.
Mengapa di Indonesia masih banyak ayah yang jarang mengasuh anak? Menurutnya, hal ini karena kentalnya budaya patriarki.
Budaya patriarki menempatkan perempuan bertanggung jawab untuk urusan domestik dan mengurus anak.
Sementara laki-laki bertanggung jawab pada urusan publik.
Padahal, pengasuhan ayah nyatanya tidak dimaknai hanya sebagai pencari nafkah saja. Peran ayah juga dibutuhkan dalam fase tumbuh kembang seorang anak.
Anak bisa mengalami fatherless karena orangtua yang terlalu sibuk.
Karena kesibukan bekerja, menjadikan ayah sulit untuk terlibat dalam pengasuhan.
“Faktor orangtua yang fly in fly out, terlalu sibuk, misal berapa hari sekali baru bisa pulang menjadikan secara teknis lebih sulit terlibat dalam pengasuhan. Sementara saat sudah pulang tidak ada komitmen untuk mengganti hari-hari yang hilang,” paparnya.
Diana mengatakan hal itu disebabkan karena sosok ayah, bisa tidak mengerti bagaimana mengasuh anak yang baik.
“Fatherless karena tidak tahu cara mengasuh anak, tidak ada model yang bisa ditiru dan tidak ada ilmunya,”ucapnya.
Artikel ini telah terbit di https://nova.grid.id/read/053805796/indonesia-jadi-negara-fatherless-ketiga-di-dunia-apa-itu-fatherless?page=all