Untuk mengakomodasi nasabah yang menghindari riba, sejumlah perusahaan pinjaman online ataupun Peer-to-Peer Lending juga sudah mulai banyak yang menyediakan pinjaman online berbasiskan syariah.
Bagaimana mekanisme penerapan pinjaman online syariah?
Pinjaman online berbasiskan syariah sebenarnya sudah diatur oleh Majelis Ulama Indonesia ( MUI) lewat Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 117/DSN-MUI/II/2018.
Dalam fatwa tersebut diuraikan kalau pinjaman online bisa saja dilakukan atau halal hukumnya asalkan dengan akad perjanjian yang berdasarkan prinsip syariah atau tanpa mengenal unsur riba.
MUI hanya membolehkan pinjaman online dengan akad yang digunakan oleh para pihak antara lain akad al-bai', ijarah, mudharabah, musyarakah, wakalah bi al ujrah, dan qardh.
Sementara itu penggunaan teknologi informasi dalam pinjaman online syariah hanya bersifat untuk mempertemukan nasabah yang membutuhkan dengan pihak yang menyediakan dana.
Berikut masing-masing penjelasan akad-akad yang dibolehkan dalam pinjaman online syariah:
1. Akad al-bai atau jual beli akad antara penjual dan pembeli yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan obyek yang dipertukarkan (barang dan harga).
2. Akad Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah atau upah.
3. Akad musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi dana modal usaha (ra's al-maf dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional.