Produksi baterai dan komponen lainnya di EV, memerlukan mineral tambang dan energi yang signifikan.
"Meski begitu, saat ini telah berkembang inovasi dan perbaikan dalam rantai pasok baterai dan teknologi pengemasan untuk mengurangi dampak tersebut," kata dia.
Pada sisi pemakaian, kendaraan listrik tidak menghasilkan emisi gas buang karena menggunakan motor listrik dan baterai sebagai penggeraknya.
Sedangkan kendaraan konvensional menghasilkan emisi langsung dari proses pembakaran BBM tergantung pada jenis dan kualitas bahan bakar yang digunakan (misalnya, bensin atau diesel) dan efisiensi mesin.
Emisi yang dihasilkan oleh BEV saat periode pemeliharaan kendaraan listrik pun dikatakan lebih rendah karena konsumsi energinya lebih sedikit.
Sementara kendaraan listrik hybrid dan kendaraan konvensional melibatkan penggunaan material dan energi yang lebih besar, serta penggantian suku cadang yang lebih banyak.
Ketika masa pakai berakhir, atau di tahap deponi dan daur ulang, kedua jenis kendaraan akan menghasilkan limbah. Kendaraan listrik hybrid dan konvensional menghasilkan limbah dari oli mesin dan komponen lainnya.
Bukan cuma itu, baterai bekas kendaraan listrik BEV juga dapat didaur ulang atau dijadikan energi penyimpanan sekunder.
Penting untuk dicatat bahwa dampak emisi selama siklus hidup kendaraan sangat dipengaruhi oleh sumber energi listrik yang digunakan.
Secara keseluruhan, sektor industri nasional mengeluarkan 15-20 persen dari total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) nasional.
Dilihat dari sumber emisinya, 60 persen emisi berasal dari penggunaan energi, 25 persen lainnya dari limbah industri dan 15 persen berasal dari Industrial Process and Product Use (IPPU).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penjelasan Mengapa Mobil Listrik Masih Dicap Penghasil Emisi ", Klik untuk baca: https://otomotif.kompas.com/read/2023/10/14/082200815/penjelasan-mengapa-mobil-listrik-masih-dicap-penghasil-emisi-?page=all#page2.