SonoraBangka.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memetakan, industri asuransi umum dan reasuransi mengalami tekanan akibat banyaknya klaim pada lini bisnis asuransi kredit.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, produksi asuransi kredit di industri asuransi umum dan reasuransi merupakan produk terbesar ketiga setelah produk asuransi harta benda (properti) dan asuransi kendaraan bermotor.
"Oleh karena itu, OJK telah menyelesaikan penyusunan Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) terkait asuransi kredit, RPOJK tersebut telah selesai diharmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM," kata dia dalam keterangan resmi, Selasa (12/12/2023).
Ia menargetkan, RPOJK tersebut dapat ditetapkan dan diundangkan pada akhir 2023.
Ogi menerangkan, salah satu pengaturan asuransi kredit tersebut adalah adanya kewajiban pembagian risiko (risk sharing) antara pihak kreditor dan perusahaan asuransi.
"Pengaturan pembagian risiko tersebut paling sedikit sebesar 25 persen dari kreditor dan 75 persen dari asuransi," imbuh dia.
Ketentuan ini merupakan salah satu upaya penguatan mitigasi risiko dan peningkatan tata kelola bagi perusahaan asuransi dalam penyelengaraan produk asuransi kredit.
Di samping itu, pihak kreditor diharapkan akan selalu mengedepankan analisis kredit secara prinsip kehati-hatian sesuai dengan prosedur penyaluran kredit yang berlaku di kreditor.
Kedua, seluruh produk kredit perbankan baik konsumtif maupun produktif dapat dijamin melalui asuransi kredit.
Risiko yang ditanggung produk asuransi kredit adalah risiko kegagalan pemenuhan kewajiban finansial debitor kepada kreditor (default risk) sesuai dengan kategori macet yang berlaku di kreditur.
Dengan demikian, Ogi berharap perusahaan asuransi umum dan reasuransi dapat mengimplementasikan POJK Asuransi Kredit sehingga ada perbaikan hasil underwriting dan efisiensi beban operasional pada lini bisnis asuransi kredit.
Sebagai informasi, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai industri asuransi umum dan reasuransi belum sehat.
Ketua AAUI Budi Herawan menjelaskan, salah satu indikator yang dapat digunakan adalah dengan memperhatikan rasio hasil underwriting dan rasio beban usaha (operation expenditure/opex).
"Tidak sehat kalau saya kan indikatornya sudah pasti hasil underwriting belum bisa menutupi biaya opex," kata dia dalam konferensi pers Hasil Kinerja Industri Asuransi Umum dan Reasuransi Kuartal III-2023, Selasa (28/11/2023).
Data AAUI menunjukkan, klaim asuransi kredit meningkat 21,2 persen secara tahunan menjadi Rp 9,81 triliun pada kuartal III-2023. Sementara, pengumpulan premi asuransi kredit meningkat 28,7 persen secara tahunan menjadi Rp 13,86 triliun.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Klaim Bengkak, Aturan Baru Asuransi Kredit OJK Dinanti", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2023/12/12/210601826/klaim-bengkak-aturan-baru-asuransi-kredit-ojk-dinanti?page=all#page2.