SonoraBangka.id - Beberapa orang yang masih terjebak dalam budaya patriarki menganggap pekerjaan rumah dan mengurusi anak bukanlah tugas yang seharusnya dilakukan para pria.
Ya, semakin berkembangnya pemahaman mengenai kesetaraan gender, maka semakin meningkat pula kesadaran bahwa pekerjaan rumah tangga bisa dilakukan oleh pria maupun wanita.
Tidak mengherankan apabila masih banyak stereotip keliru yang kerap menimpa pria yang memutuskan untuk menjadi bapak rumah tangga dan mengasuh anak.
Dilansir dari laman Very Well Family, berikut ini beberapa stereotip yang harus dihadapi pria yang menjadi bapak rumah tangga.
1. Tidak maskulin
Anggapan bahwa pria yang melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengurusi anak tidak maskulin adalah kesalahpahaman yang sudah turun-temurun ditanamkan oleh nenek moyang kita.
Sebagai kepala keluarga, pria seakan-akan wajib bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya dengan cara mencari nafkah.
Sementara pekerjaan rumah tangga urusan wanita saja. Hal inilah yang kemudian membuat sebagian besar pria cenderung tidak mau mengambil peran sebagai bapak rumah tangga karena merasa malu dan takut terisolasi.
Padahal, memastikan anak-anak tumbuh dengan benar sama penting dan bermanfaat seperti pekerjaan apa pun di luar sana.
Karena merawat keluarga itu juga berada di bawah payung dari apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang pria.
2. Kehilangan pekerjaan atau pengangguran
Banyak orang yang berpikiran bahwa seorang pria yang ingin mengasuh anak-anaknya di rumah karena keterpaksaan.
Misalnya, beberapa pria akhirnya menjadi bapak rumah tangga karena kehilangan pekerjaan atau sedang menjadi pengangguran.
Namun itu bukan berarti mereka tidak ingin tinggal di rumah.
Jadi, jangan heran jika semakin banyak pria yang menggunakan iklim ekonomi sebagai alasan yang tepat untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anak mereka.
3. Pria lebih pantas berada di kantor
Pria dianggap sebagai pencari nafkah utama keluarga sehingga harus bekerja dan lebih baik berada di kantor.
Sementara itu, banyak pria yang sebenarnya juga memiliki keinginan untuk dapat merawat dan mengawasi anak-anaknya di rumah.
Berdasarkan survei Pew Research Center pada tahun 2014, dilaporkan sebanyak 48 persen ayah berharap mereka dapat tinggal di rumah bersama anak-anak.
Nah, kebanyakan pria dalam perannya sebagai bapak rumah tangga justru memilih untuk tetap berada di jalurnya dan tidak ingin menyerah.
4. Wanita yang seharusnya di rumah
Pernyataan bahwa wanita atau istri yang seharusnya di rumah adalah kesalahpahaman yang harus dihadapi para bapak rumah tangga dan itu penuh dengan stereotip gender.
Seperti halnya pria yang tidak ingin terjebak di kantor sepanjang hari dan lebih suka mengurus anak-anak, para wanita juga ingin memajukan karirnya lebih baik lagi.
Jadi, pada situasi saat ini, wanita tidak selalu harus berada di rumah untuk melakukan pekerjaan rumah atau mengurus anak dan sebaliknya pria tidak harus bekerja di kantor.
5. Tidak bisa menjaga anak-anak
Pria dianggap tidak bisa menangani anak yang sedang tantrum, tidak memasangkan pakaian dengan baik, memberikan makanan yang tidak tepat, dan lain sebagainya.
Sebuah stereotip tidak menyenangkan yang harus dihadapi oleh bapak rumah tangga adalah bahwa pria tidak bisa menjaga anak-anak.
Namun demikian, komentar-komentar itu sebenarnya juga kerap kali dilontarkan pada wanita yang baru saja memiliki anak dan tidak ada cara untuk mengatakan siapa lebih tepat mengurusi anak-anak.
Sebab, dalam menjaga tumbuh kembang anak-anak, baik pria maupun wanita sama-sama perlu belajar dan menyesuaikan diri.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Stereotip yang Harus Dihadapi Bapak Rumah Tangga", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2021/03/22/175425620/5-stereotip-yang-harus-dihadapi-bapak-rumah-tangga?page=all.