Orangtua Denmark akan memuji anak atas kerja kerasnya dalam belajar dan berusaha menyelesaikan suatu tugas, daripada memuji anak atas kecerdasan bawaan yang sudah dimiliki anak sejak lahir.
Pendekatan ini mengajarkan kepada anak bahwa ia dapat melakukan apa saja, bukan hanya mengandalkan kemampuan sejak lahir dan tidak mampu berkembang.
3. R untuk reframing (pembingkaian ulang)
Orang Denmark terbiasa menghadapi situasi, terutama situasi yang kurang menyenangkan dan membuat stres, dengan mengubah cara pandang alias membingkai ulang situasi yang tidak menyenangkan itu.
Misalnya, jika cuaca tidak bersahabat, orang Denmark akan mengatakan setidaknya dia senang tidak sedang berlibur.
Orang Denmark percaya situasi apa pun tergantung pada cara kita memandang, sehingga mereka akan mengajak anak untuk menggunakan bahasa yang tidak membatasi mereka atau kondisi mereka.
Para orangtua berusaha keras menemukan sisi baik dari segala sesuatu dan memberikan contoh kepada anak bahwa setiap hal memiliki batasan yang sudah ada.
4. E untuk empathy (empati)
Empati akan membuat segalanya menjadi lebih baik. Dalam sistem sekolah di Denmark, ada program wajib yang disebut Step by Step.
Pada program tersebut, anak diperlihatkan gambar anak lain yang menunjukkan emosi berbeda, seperti ketakutan, kemarahan, dan kebahagiaan.
Setelah itu, anak diminta menggambarkan dengan kata-kata mengenai apa yang dirasakan anak lain di dalam gambar.
Program tersebut membantu mengajarkan anak untuk berempati, serta cara membaca ekspresi wajah.
Nah, orangtua Denmark melanjutkan proses ini dengan membantu anak belajar menempatkan diri pada posisi orang lain, sehingga anak bisa lebih memahami hubungannya dengan teman dan anggota keluarga.