Jika tidak ada tambahan kompensasi dari pemerintah, maka pada Desember 2022 diproyeksikan arus kas operasional PLN akan defisit Rp 71,1 triliun.
Di sisi lain untuk meringankan, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini berencana menaikkan tarif listrik golongan masyarakat mampu dengan daya 3.000 VA ke atas.
Alasannya, untuk berbagi beban (burden sharing) dan menjaga rasa keadilan. Menurut Sri Mulyani, Presiden Jokowi sudah menyetujui rencana tersebut.
"Untuk kelompok rumah tangga yang mampu, yaitu direpresentasikan dengan mereka yang langganan listriknya di atas 3.000 VA, boleh ada kenaikan tarif listrik. Hanya di segmen itu ke atas," tutur Sri Mulyani.
Alih-alih menaikkan harga listrik bersubsidi dan BBM Pertalite yang notabene dibutuhkan orang banyak, Sri Mulyani lebih memilih menambah alokasi anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi.
Dengan demikian, total anggaran subsidi energi dan kompensasi mencapai Rp 443,6 triliun, atau bertambah sekitar Rp 291 triliun dari alokasi awal Rp 152,5 triliun.
Rinciannya, anggaran subsidi energi ditambah Rp 74,9 triliun, dari semula hanya Rp 134 triliun menjadi Rp 208,9 triliun. Subsidi BBM dan elpiji bertambah Rp 71,8 triliun dan subsidi listrik bertambah Rp 3,1 triliun
Sementara, anggaran kompensasi energi naik sebesar Rp 216,1 triliun, dari semula Rp 18,5 triliun menjadi Rp 234,6 triliun.
Kompensasi BBM bertambah Rp 194,7 triliun, yang terdiri dari kompensasi solar Rp 80 triliun dan Pertalite Rp 114,7 triliun; serta kompensasi listrik Rp 21,4 triliun. Semula, pemerintah tidak menyiapkan dana kompensasi untuk Pertalite dan listrik pada tahun ini.
"Pertalite dalam hal ini tidak diubah harganya. Kalau masyarakat kemarin mudik dengan mobil menggunakan Pertalite itu adalah bagian dari yang harus dibayar oleh pemerintah ke pertamina dalam bentuk kompensasi," sebut dia.
Keputusan tersebut lantas membuat postur belanja dan pendapatan negara berubah. Naiknya harga minyak mentah membuat pemerintah perlu mempertebal anggaran perlindungan sosial (Perlinsos) termasuk bantuan sosial (bansos).
Anggaran perlinsos sudah bertambah Rp 18,6 triliun menjadi Rp 431,5 triliun. Realisasinya diberikan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 20,65 juta KPM dan BPUM.
Lalu untuk memperkuat spending daerah dan merujuk ketentuan bagi hasil, pemerintah memberi tambahan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 47,2 triliun, dan melakukan efisiensi dengan pengurangan DAK Rp 12 triliun.
Dengan penambahan pos belanja tersebut, belanja pendidikan yang notabene besarannya harus 20 persen dari APBN harus naik pada kisaran Rp 23,9 triliun. Penambahan beberapa pos belanja tersebut juga berkonsekuensi menyerap tambahan pengurangan SAL sebesar Rp 50 triliun.
Secara total, anggaran belanja negara tahun ini melonjak menjadi Rp 3.106 triliun. Tingginya belanja negara juga diikuti oleh pendapatan negara yang bertambah, yang diperkirakan sebesar Rp 2.266 triliun dari postur awal sebesar Rp 1.846 triliun, atau naik Rp 420 triliun.
Naiknya pendapatan negara disumbang dari penerimaan pajak, PNBP, atau kenaikan berbagai komoditas ekspor yang menjadi andalan, yaitu CPO dan batu bara.
Dengan perubahan komposisi pendapatan dan belanja negara, maka defisit APBN bisa lebih rendah dari yang semula ditetapkan 4,89 persen dari PDB menjadi kisaran antara 4,3-4,5 persen dari PDB pada tahun 2022.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dilema Sri Mulyani, Pilih Tambah Anggaran Subsidi atau Buat Pertamina-PLN Berdarah-darah", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2022/05/20/093500526/dilema-sri-mulyani-pilih-tambah-anggaran-subsidi-atau-buat-pertamina-pln?page=all#page2.