Melanjutkan mandat Konvensi Chicago, tugas ICAO adalah menjadi badan yang mengelola pembangunan penerbangan sipil untuk tujuan damai.
ICAO memiliki tugas untuk memelihara hubungan diplomatik antar anggota, menganalisis dan mengevaluasi kebijakan penerbangan, serta membuat standarisasi penerbangan yang disahkan oleh anggota dewan.
Dalam menjalankan tugas untuk membuat standarisasi penerbangan, ICAO melakukan yang namanya Standards and Recommended Practices (SARPs) and Procedures for Air Navigation Services (PANS).
Dua proses tersebut intinya dilakukan untuk membuat standar kelayakan keselamatan penerbangan. Standar tersebut dibuat dengan melibatkan tinjauan dari berbagai pakar dan akhirnya menghasilkan sebuah rekomendasi kebijakan baru.
Tinjauan untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan kelayakan penerbangan itu bersumber juga dari laporan investigasi kecelakaan yang telah dilakukan sebelumnya.
Setelah itu, rekomendasi bakal dipertimbangkan oleh dewan ICAO untuk kemungkinan pengadopsian menjadi sebuah kebijakan kelayakan penerbangan yang baru.
Rekomendasi tak selalu bersifat teknis, melainkan juga bersifat non-teknis. Beberapa kali ICAO mengadopsi peraturan yang bisa mencegah perpecahan antar negara, misal seperti peraturan anti-diskriminasi.
Peraturan ICAO tersebut diadaptasi agar tidak ada diskriminasi berdasar ras, warna kulit, dan sebagainya, yang terjadi di penerbangan sipil, sehingga bisa bisa mencegah konflik yang lebih besar.
Untuk keberlangsungan penerapan kebijakan keselamatan penerbangan, baik yang bersifat teknis atau non-teknis, anggota dewan ICAO memegang peranan penting.
Dewan ICAO bertugas untuk mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan kelayakan penerbangan dari tiap negara anggota. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, anggota Dewan ICAO rutin memberikan laporan evaluasi ke majelis.
Didapuk memiliki tugas seperti itu, anggota dewan ICAO bukan dipilih secara sembarangan. Negara yang jadi anggota dewan ICAO dipilih salah satunya karena memiliki catatan yang baik dalam menyelenggarakan kebijakan keselamatan penerbangan.
Dengan demikian, penawaran presiden ICAO ke Indonesia supaya mengajukan diri menjadi anggota dewan untuk periode 2022-2025, bisa dikatakan menjadi sebuah pencapaian yang membanggakan.
Penawaran ini mungkin bisa menjadi jalan untuk mempermudah Indonesia kembali menjadi anggota dewan ICAO, setelah mengalami kegagalan beruntun, yakni pada 2001, 2004, 2007, 2013, dan 2016
Menjadi anggota ICAO bukanlah perkara yang mudah. Selain harus dinyatakan lolos kualifikasi standarisasi kondisi aviasi, calon dewan juga harus memperoleh dukungan suara dari anggota lain sebanyak 50 persen plus satu dari total anggota.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apa itu ICAO? Organisasi Aviasi yang Tawari Indonesia Jadi Anggota Dewan", Klik untuk baca: https://tekno.kompas.com/read/2022/05/19/14150027/apa-itu-icao-organisasi-aviasi-yang-tawari-indonesia-jadi-anggota-dewan?page=all#page2.