Ilustrasi resesi ekonomi
Ilustrasi resesi ekonomi ( (shutterstock.com))

Ekonom: Indonesia Masih Jauh dari Resesi

19 Juli 2022 09:07 WIB

SonoraBangka.ID - Chief Economist PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, probabilitas Indonesia terkena resesi global adalah sebesar 5 persen. Sebagai gambaran, bersumber dari data Bloomberg, probabilitas Amerika Serikat terkena resesi adalah 40 persen.

Kendati Indonesia dikatakan masih jauh dari krisis gobal, Budi berkelakar bahwa Indonesia sesungguhnya menghadapi ancaman krisis yang lebih pasti, yakni "growing old before growing rich” atau menua sebelum kaya.

"Artinya, Indonesia masih jauh dari resesi. (Untuk Indonesia) saya lihat ini volatility, alih-alih tsunami," ujar Budi dalam keterangan tertulis, Senin (18/7/2022).

Lebih lanjut kata Budi, demografi penduduk Indonesia akan mulai menua pada 2030. Hal itu akan menjadi risiko apabila masyarakat belum menyiapkan investasi sedari sekarang. Selama berpuluh tahun mengamati kondisi ekonomi, kata dia, ada sejumlah hal yang membedakan antara krisis 1998, krisis 2008, 2013, dan krisis 2020, serta krisis kali ini yang dipicu oleh situasi pandemi.

Pada krisis yang disebabkan oleh pandemi, berbagai negara melakukan pagelaran stimulus luar biasa. Dia mencontohkan bank sentral yang menciptakan likuiditas luar biasa sehingga suku bunga rendah. Kemudian ada fenomena kenaikan aset kripto.

Pandemi juga telah menyebabkan pembatasan pergerakan orang serta hilangnya banyak nyawa, sehingga ada kelangkaan tenaga kerja dan modal. Ada kebutuhan untuk menaikkan suku bunga.

Namun, di saat yang sama, ada ancaman inflasi tinggi pasca pandemi. Baik di Indonesia dan di dunia, menurut dia yang perlu diwaspadai inflasi tinggi yang diperkirakan akan berlangsung cukup lama.

Nemun menurutnya lagi, Indonesia sebetulnya memiliki posisi yang cukup diuntungkan. Pasalnya, inflasi saat ini dipicu oleh pergerakan komoditas.

"Komoditas itu ada dua jenis. Ada cost commodity seperti minyak. Ada income commodity yang menghasilkan valas, seperti coal, nikel, karet, CPO, dan gas. Sejauh ini, kita masih beruntung karena income commodity kita tumbuh lebih pesat ketimbang cost commodity," ujarnya.

Meskipun saat ini dunia menghadapi tantangan yang menggoyang ekonomi, Budi memberikan kerangka kepada para pelaku pasar untuk mengukur kepanikan, khususnya dalam pembentukan strategi investasi.

SumberKOMPAS.com
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
101.1 fm
103.5 fm
105.9 fm
94.4 fm