Nurma menerangkan, individu tersebut lalu mengilhami hal yang dialaminya dan mengaplikasikannya pada kehidupannya.
"Mereka merasa dipukul, dicacimaki atau tidak menghargai pasangan itu sebagai hal yang wajar dalam hubungan keluarga," kata Nurma.
Namun, ada pula yang menjadikannya pengalaman untuk tidak mengulanginya di masa depan.
Sayangnya, hanya segelintir korban KDRT yang merasakan hal itu dan berusaha tidak melakukan kesalahan yang serupa.
Karena itu, praktik kekerasan dalam keluarga bisa sangat berdampak buruk. Bukan hanya secara fisik namun juga secara mental terhadap anak-anak.
Respons berbeda
Lihat Foto Ilustrasi anak korban perceraian.(FREEPIK)
Penelitian dari organisasi yang berbasis di Yogyakarta ini juga menunjukkan jika jenis kelamin seseorang menentukan bagaimana sikapnya sebagai korban KDRT.
Nurma menguraikan, anak laki-laki yang melihat dan menjadi korban kekerasan dalam keluarga memiliki kecenderungan tumbuh sebagai pelaku KDRT.