SonoraBangka.id - Secara kumulatif, kasus penderita Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome ( HIV/AIDS) di Kota Pangkalpinang meningkat sebanyak 28 kasus d tahun ini jika dibandingkan tahun 2021.
Sepanjang tahun 2021 tercatat ada 35 kasus baru. Sedangkan pada Januari-November 2022 terdapat 63 kasus baru.
Pengelola Program HIV-AIDS Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang, Aspin, mengatakan, meningkatnya kasus HIV lantaran sudah mulai banyak masyarakat yang sadar mau memeriksakan dirinya. Sehingga imbasnya banyak terdapat kasus HIV baru di wilayahnya.
"Berdasarkan data, intinya kami ada peningkatan dari tahun kemarin. Ini karena masyarakat sudah mulai sadar dan mau memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan untuk HIV," kata dia kepada Bangkapos.com, Senin (12/12/2022).
Kasus HIV yang ada sekarang ini, lanjut dia, belum menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Bahkan kasus HIV merupakan fenomena gunung es.
Ini mengingat kasus yang terungkap atau muncul ke pemukaan hanya bagian luarnya dan itu sangat sedikit dibandingkan kasus yang sebenarnya.
Hal itu yang membuat kasus temuan baru HIV/AIDS di Pangkalpinang terus meningkat setiap tahun.
Pasalnya, banyak masyarakat yang belum terdeteksi dan tidak sadar dirinya telah menjadi pengidap HIV.
Bahkan berdasarkan data yang ada, selama kurun waktu 11 bulan terakhir, terdapat 95 orang yang menerima pelayanan pengobatan HIV di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang.
"Kalau yang positif (HIV) dilayani di Kota Pangkalpinang ada 95 kasus. Tetapi kalau khusus warga Pangkalpinang itu ada 63 orang," jelas Aspin.
Penyumbang kasus HIV terbanyak, masih didominasi oleh kalangan heteroseksual atau orang yang berbeda jenis kelamin dengan jumlah 20 kasus. Disusul Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) sebanyak 18 kasus.
Terdapat tujuh faktor risiko HIV, yakni heteroseksual, LSL, pasangan Risti (risiko tinggi), Tuberkulosis (TB), ibu hamil, wanita pekerja seks dan wanita pria (waria).
Tren penularan HIV setiap tahun terus mengalami peningkatan. Sepanjang tahun 2022 ini saja empat sampai lima kasus.
Terlebih beberapa bulan lalu, belasan kasus HIV ditemukan di Pangkalpinang dalam kurun waktu satu bulan. Bahkan terdapat anak-anak yang terjangkit HIV, namun Aspin tak menjelaskan lebih jauh.
"Yang jelas, rentang usia itu mereka merupakan usia produktif. Kalau pada anak-anak itu ada, dari orang tua yang positif HIV," ucapnya.
Aspin mengatakan, selama kurun waktu 14 tahun terakhir, sejak 2007 hingga 2022, sebanyak 510 kasus HIV/AIDS yang menjalani pengobatan di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang.
Jumlah itu, tak semuanya merupakan warga Kota Pangkalpinang. Melainkan ada pula dari daerah kabupaten penyangga lainnya yang menjalani pengobatan di RSUD, walaupun tidak banyak.
Mulai dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Selatan hingga Kabupaten Bangka Tengah, yang mengambil obat di RSUD Depati Hamzah.
"Untuk penyediaan obat Alhamdulillah sampai saat ini kita masih di suplai dari pemerintah pusat. Jadi pusat menyuplai ke provinsi dan kemudian ke kabupaten kota," ucapnya.
Minta Tak Didiskriminasi
Aspin menyebut, HIV masih menjadi momok menakutkan bagi sebagian orang. Kurangnya edukasi dan pemahaman tentang HIV membuat penderita HIV seringkali mendapatkan perlakuan yang diskriminatif.
Sebagian orang percaya bahwa HIV/AIDS bisa menular hanya dengan bersentuhan langsung dengan pengidapnya. Anggapan tersebut salah dan perlu segera dibenarkan untuk mencegah terjadinya diskriminasi.
Penularan HIV dengan melalui perilaku-perilaku tertentu. Mulai dari seks bebas, hubungan sesama jenis maupun heteroseksual, sering membuat tato atau pun tindik, dan mereka yang terkena infeksi penyakit seksual lain.
HIV juga tidak ditularkan melalui air liur, tetapi lewat darah dan cairan sperma dan air susu ibu, jadi bukan dari kontak makan. Maka bagi pihak keluarga tidak perlu khawatir saat makan bersama dengan penderita HIV/AIDS.
"Penularan HIV ini paling banyak karena hubungan seks. Berbeda dengan penyakit Covid-19 dan TB, batuk saja bisa tertular," sebutnya.
Apabila dibiarkan cukup lama, kondisi ini akan sangat berbahaya, terutama kondisi kesiapan lingkungan tersebut cukup berpengaruh.
Akibatnya banyak penderita HIV yang memilih menutup diri terkait status yang dialami dari keluarga maupun lingkungan. Di sisi lain, mereka juga tidak memiliki kesiapan mental untuk terbuka di lingkungan.
Jika tidak, stigma tersebut bisa membatasi hak asasi penderita HIV untuk mendapat pekerjaan, tempat tinggal, dan kehidupan yang layak. Pasalnya, mereka bukan untuk dijauhi, justru harus dirangkul, diberi dukungan dan semangat agar mereka tidak menderita lagi karena stigma dan diskriminasi yang diberikan oleh orang-orang di sekitarnya.
"Jadi kami sangat berharap tidak ada stigma dan diskriminasi, serta tidak ada lagi kasus baru. Kemudian tidak ada kasus kematian HIV/AIDS," kata Aspin.
Untuk mengatasi permasalahan HIV, Aspin menyebut, dari sembilan puskesmas yang ada di Pangkalpinang, tiga di antaranya akan dicanangkan menjadi Klinik Pelayanan, Dukungan dan Pengobatan (PDP).
Yakni, Puskesmas Taman Sari, Melintang dan Pasir Putih. Ketiga puskesmas itu dikhususkan bagi penderita HIV stadium satu dan dua. Sedangkan untuk stadium lanjutan akan diarahkan ke RSUD Depati Hamzah.
Diungklapkannya pula bahwa untuk puskesmas lain akan segera kita canangkan. Jadi, HIV jangan takut kepada orangnya, tetapi virusnya.
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Kasus HIV di Kota Pangkalpinang Meningkat, Ada 63 Kasus Baru Tahun 2022, https://bangka.tribunnews.com/2022/12/12/kasus-hiv-di-kota-pangkalpinang-meningkat-ada-63-kasus-baru-tahun-2022?page=all.