SONORABANGKA.ID - Walau diduga melakukan pembunuhan secara sadis terhadap Hafiza, pelaku AC tetap bakal mengikuti sidang anak mengingat umurnya yang masih 17 tahun.
Hal itu diungkapkan Dosen Hukum Pidana, Mediator dan Kriminolog Universitas Bangka Belitung, Rio Armanda Agustian sesuai dengan pasal 20 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
"Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Anak sebelum genap berumur 18 tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 tahun, tetapi belum mencapai umur 21 tahun anak tetap diajukan ke sidang anak," kata Rio Armanda, Jum'at (17/3/2023).
Dengan menjalani persidangan anak, Rio menyebutkan untuk hukumannya pun akan terdapat perbedaan dengan hukuman orang dewasa.
"Apabila benar terbukti bahwa anak (di bawah umur) melakukan tindak pidana pembunuhan, maka proses persidangan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA sedangkan hukumannya adalah satu perdua dari hukuman orang dewasa, dan paling lama 10 tahun," katanya.
Meskipun pembunuhan yang dilakukan oleh anak tidak dibenarkan secara hukum, Rio mengatakan pelaku tetap berhak mendapatkan hak-haknya dalam perlindungan hukum bagi anak.
"Sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan ada di Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA, seperti diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya. Dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif, dan lain-lain sebagainya diatur dalam perundangan yang berlaku," katanya.
Lebih lanjut diungkapkan Rio dalam ilmu kriminologi menyoroti pengaruh media sosial sebagai proses pembelajaran akan mengajarkan hal-hal yang positif, atau bahkan memberikan pengaruh negatif tergantung dari sisi pelaku melihatnya.
"Hal ini terjadi dalam kasus ini yakni anak pelaku tidak disangka, untuk melancarkan niatnya, pelaku belajar dari media sosial dan browsing di internet tentang bagaimana cara menculik dan meminta uang tebusan," ucapnya.
Pada kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak, Dosen UBB ini menyebutkan tidak serta merta keinginan membunuh muncul tiba-tiba.
"Faktor ekonomi bisa saja menjadi salah satu pemicu seseorang, dapat melakukan pembunuhan dan mengabaikan naluri perasaannya untuk ego semata. Tidak sedikit yang kita saksikan pembunuhan yang dilakukan anak, dilatar belakangi oleh faktor tersebut," ungkapnya.
"Begitupun dari sisi pelaku ini, setelah menculik dan membunuh korban, pelaku mengirimkan pesan kepada orang tua korban lengkap dengan foto korban dalam keadaan tangan dan kaki terikat,"katanya.
Dengan segala perbuatan yang diduga dilakukan AC, Rio mengatakan perlu melihat sisi keilmuan psikologi untuk mempelajari atau melihat kondisi psikologis dari AC apakah dalam kondisi sehat secara kejiwaan.
Sementara itu tak hanya peran aktif orang tua, pihaknya pun menyoroti peran negara yang juga memiliki tanggung jawab yang tidak kalah penting.
Negara memiliki instrumen lembaga-lembaga untuk menyediakan penyuluhan bagi anak-anak disegala lini pendidikan, baik tingkat dasar hingga tingkat atas mengenai bahaya konkret dari suatu perbuatan tindak pidana.
"Diharapkan lembaga yang melaksanakan kegiatan tersebut kepada anak, agar ilmu yang didapatkan mudah dipahami. Sehingga peran negara berhasil meminimalkan penanggulangan kejahatan, melalui jalur penal yang bersifat repressif (pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi," jelasnya.
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Pembunuh Hafiza Dibawah Umur, Kriminolog UBB Ungkap Hukumannya Satu Perdua dari Orang Dewasa, https://bangka.tribunnews.com/2023/03/17/pembunuh-hafiza-dibawah-umur-kriminolog-ubb-ungkap-hukumannya-satu-perdua-dari-orang-dewasa.