Menjelang petang, dengo-dengo dimanfaatkan masyarakat setempat untuk tempat beristirahat sambil menanti waktu berbuka puasa.
Sedangkan menjelang sahur, biasanya masyarakat akan berkumpul di dengo-dengo mulai pukul 01.30 waktu setempat.
Uniknya, bangunan yang khas dengan bulan Ramadan ini merupakan satu-satunya di Sulawesi Tengah, lo.
Meski kebanyakan daerah sudah membangunkan sahur dengan memanfaatkan pengeras suara di Masjid, beberapa daerah di Yogyakarta masih melestarikan tradisi klotekan.
Dalam bahasa Indonesia, istilah klotekan diambil dari bunyi 'klotak-klotek' yang dihasilkan beberapa alat musik atau benda yang dipukul bersamaan.
Dahulu, orang Yogyakarta membangunkan orang sahur dengan alat musik tradisional dan barang-barang seadanya di rumah untuk membuat suara ramai.
Namun, sekarang banyak juga yang sudah memanfaatkan alat musik seperti drum yang dibawa dengan gerobak.
Tradisi klotekan ini dilakukan dengan cara berkeliling wilayah permukiman warga dengan membunyikan alat musik yang dibawa, sambil berteriak 'sahur.. sahur..".
Orang yang melakukan klotekan biasanya berasal dari para pemuda di desa atau remaja masjid pada bulan Ramadan.
Orang-orang Jakarta juga punya cara unik untuk membangunkan orang untuk sahur, namanya ngarak bedug.