PLN telah membatalkan 13,3 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sebelumnya direncanakan dalam RUPTL 2019-2028. Upaya ini bisa menghindari sekitar 1,8 miliar ton emisi CO2 dalam 25 tahun ke depan. PLN juga melakukan pembatalan terhadap 1,3 GW PLTU yang sudah menandatangani _Power Purchase Agreement_ (PPA). Inisiatif ini akan menghindari emisi karbon sekitar 200 juta ton CO2.
Selain itu, PLN mengganti 1,1 GW PLTU dengan pembangkit EBT dan 800 MW PLTU dengan pembangkit gas. Upaya ini akan mampu menurunkan emisi sebesar 300 juta ton CO2.
“Apa yang kita lakukan ini baru awal, jalan transisi energi masih panjang dan terus diakselerasi,” tutur Darmawan.
PLN juga melakukan dedieselisasi atau konversi 1 GW pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke pembangkit yang lebih ramah lingkungan. Upaya ini mampu menurunkan emisi sebesar 100 juta ton CO2.
Dalam masa transisi energi, PLN menggunakan teknologi _co-firing_ di PLTU sebagai upaya menekan penggunaan batu bara. _Co-firing_ adalah substitusi batu bara pada rasio tertentu dengan bahan biomassa seperti _pellet_ kayu, cangkang sawit dan _sawdust_ (serbuk gergaji). Teknik ini biasa dilakukan dengan membakar secara bersamaan kedua bahan tersebut. Hingga saat ini, PLN telah berhasil melakukan _co-firing_ di 37 PLTU dan akan terus meningkat menjadi 52 PLTU pada 2025. Upaya ini telah mampu menurunkan emisi sebesar 100 juta ton CO2.
Darmawan menegaskan bahwa _co-firing_ ini dilakukan tak sekedar mengurangi emisi, tetapi juga memberdayakan masyarakat dan membangun ekonomi kerakyatan. PLN mengajak masyarakat untuk terlibat aktif membuat bahan baku _co-firing_, mulai dari penanaman tanaman biomassa hingga pengelolaan sampah rumah tangga wilayahnya untuk dijadikan _pellet_.
“Kehadiran program ekonomi kerakyatan _co-firing_ ini juga merupakan langkah nyata PLN menjawab persoalan global. Mewujudkan Indonesia yang bersih dan mandiri energi. Meningkatkan kapasitas nasional dengan prinsip _Environmental, Social and Governance (ESG)_,” ucapnya
Sejalan dengan peluncuran perdagangan karbon di subsektor Pembangkit Tenaga Listrik oleh Kementerian ESDM pada tahun ini, PLN memastikan keikutsertaannya dengan melibatkan 21 PLTU (55 unit/mesin) yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Perdagangan karbon yang dilakukan melalui perdagangan emisi antar PLTU dan offset emisi dari pembangkit rendah karbon, merupakan bagian dari strategi PLN untuk mendukung dekarbonisasi dan mengembangkan bisnis hijau baru.
Selain menurunkan emisi dengan mengurangi pembangkit listrik fosil, PLN juga terus mengembangkan penggunaan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan.
PLN bersama Pemerintah telah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 menjadi RUPTL paling hijau sepanjang sejarah Indonesia. Sebesar 51,6 persen dari total tambahan kapasitas pembangkit atau 20,9 GW akan berasal dari pembangkit EBT. Upaya ini akan menghindari dan menurunkan 1,2 miliar ton emisi CO2. Tidak hanya pembangkit, di saat bersamaan, PLN juga melakukan transformasi digitalisasi pada sisi pembangkit, transmisi dan distribusi agar bisa mendukung penggunaan pembangkit EBT.
"Dulu intermitensi hanya ada di sisi _demand_. Namun dengan masuknya pembangkit EBT, membuat fluktuasi juga terjadi di sisi _supply_. Untuk itu kita perlu siapkan sistem kelistrikannya agar lebih optimal dalam menghadapi dinamika dari pembangkit EBT,” tambah Darmawan.
Di sisi hilir, PLN juga menjadikan energi hijau menjadi sebuah layanan. PLN memiliki produk listrik hijau dengan _green tariff_ bagi pelanggan yang membutuhkan listrik yang berasal dari listrik EBT. PLN juga mampu menghadirkan produk hijau _Renewable Energy Certificate_ (REC) yang diakui secara internasional. Sampai tahun 2023 sudah lebih dari 2,8 juta MWh EBT disalurkan bagi 363 pelanggan melalui REC.
“Dulu banyak perusahaan yang beroperasi di negara kita membeli REC di negara lain, hari ini kami telah menyediakannya dan banyak perusahaan yang telah menggunakannya,” imbuh Darmawan.
PLN juga menjadi pionir dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik. PLN menghadirkan berbagai insiatif, mulai dari pemberian diskon tarif pengisian daya bagi kendaraan listrik, hingga membuka skema kerja sama _franchise_ untuk penyediaan Stasiun Penyediaan Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Tercatat hingga saat ini PLN telah membangun lebih dari 600 unit SPKLU yang tersebar di seluruh tanah air dan telah terintegrasi ke dalam _Electric Vehicle Digital System_ (EVDS) milik PLN.
Beralih dari kendaraan BBM ke kendaraan listrik menjadi pilihan strategis untuk menurunkan emisi, mengingat sektor transportasi menjadi salah satu penyumbang utama emisi karbon di Indonesia. Tidak hanya itu, penggunaan kendaraan listrik akan bermanfaat terhadap kedaulatan energi nasional, di mana akan mengurangi impor BBM. Sehingga kedaulatan energi nasional akan semakin kokoh.
Dengan upaya-upaya yang dilakukan tersebut, total kumulatif emisi yang sudah dihindari dan diturunkan mencapai 3,7 miliar ton CO2.
“Transisi energi ini memiliki banyak tantangan, tetapi juga menjadi peluang bagi bangsa kita untuk menjadi berdikari, terutama dalam penyediaan energi,” ujar Darmawan.
*Narahubung*
Gregorius Adi Trianto
Executive Vice President Komunikasi Korporat & TJSL PLN
Tlp. 021 7261122
Facs. 021 7227059
*Sekilas Tentang PLN*
_PT PLN (Persero) adalah BUMN kelistrikan yang terus berkomitmen dan berinovasi menjalankan misi besar menerangi dan menggerakkan negeri. Memiliki visi menjadi perusahaan listrik terkemuka se-Asia Tenggara, PLN bergerak menjadi pilihan nomor 1 pelanggan untuk Solusi Energi. PLN mengusung agenda Transformasi dengan aspirasi Green, Lean, Innovative, dan Customer Focused demi menghadirkan listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik. PLN dapat dihubungi melalui aplikasi PLN Mobile yang tersedia di PlayStore atau AppStore._