“Penggunaan media sosial juga bisa dibatasi. Tujuan media sosial baik, tetapi harus dibatasi, karena bisa mengarah ke hal-hal yang tidak baik,” kata Harry.
Ia mengatakan kasus tindak pidana kriminalitas yang menimpa anak-anak usai bermain medsos juga terjadi di Bangka Selatan. Sebagaimana yang menimpa Melati (13) bukan nama sebenarnya, warga Toboali yang menjadi korban tindak pidana persetubuhan. Di mana ia dibawa kabur oleh seorang mekanik inisial RY (19) warga Tempilang, Bangka Barat.
Keduanya kenal baru dua melalui media sosial Facebook. Hingga akhirnya Melati yang putus sekolah di bawa lari selama sembilan hari ke kontrakan pelaku di Desa Kace, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka.
Di sanalah pelaku melancarkan aksinya dengan menyetubuhi korban sebanyak dua kali dengan iming-iming bakal dinikahi.
“Jadi kasus ini harus menjadi perhatian, supaya orangtua mengawasi anaknya dalam bermain gawai,” katanya.
Meski demikian kata Harry, banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencegah anak-anak tak kecanduan medsos. Mulai dari mengajak untuk melakukan kegiatan lain, layaknya memperbanyak belajar ilmu keagamaan.
Hal itu menjadi modal penting agar anak-anak tidak mudah menjadi korban tindak pidana kriminalitas.
Tak hanya itu peran serta orangtua juga penting, guna memberikan edukasi tentang penggunaan internet yang sehat. Sekaligus ilmu pengetahuan tentang reproduksi kepada anak-anaknya. Agar mereka tidak menjadi korban tindak kekerasan seksualitas.
“Bisa mendekatkan pembelajaran agama dan kegiatan-kegiatan agama supaya lebih aktif lagi. Setidaknya dapat mencegah anak-anak menjadi korban,” ucap Harry.
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Polres Bangka Selatan Ingatkan Orangtua Awasi Anaknya Bermain Medsos, https://bangka.tribunnews.com/2023/07/26/polres-bangka-selatan-ingatkan-orangtua-awasi-anaknya-bermain-medsos.