Ariandi A. Zulkarnaen, Pengamat Politik sekaligus Dosen Ilmu Politik di Universitas Bangka Belitung
Ariandi A. Zulkarnaen, Pengamat Politik sekaligus Dosen Ilmu Politik di Universitas Bangka Belitung ( Ist/Dok. Pribadi Ariandi )

Tanggapan Pengamat Politik Terkait MK Bolehkan Kampanye di Sekolah dan Fasilitas Pemerintah

23 Agustus 2023 20:56 WIB

SonoraBangka.id - Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan terbaru, nomor 65/PUU-XXI/2023 yang mengizinkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan selama tidak menggunakan atribut kampanye.

Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung, Ariandi A Zulkarnain, memberikan analisa terkait putusan MK terbaru tersebut.

Ia mengatakan, persoalan ini dimulai, pada pasal 20 ayat 1 huruf A Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu. 

Di sana dijelaskan adanya larangan, untuk menyelenggarakan kampanye dibeberapa tempat.

"Seperti tempat ibadah, fasilitas pemerintah, kemudian fasilitas pendidikan. Namun terjadi ambiguitas terhadap Undang-undang tersebut. Ketika adanya gugatan ke MK dan sebagaian dikabulkan oleh MK. Adanya izin diberikan ke dua lembaga yakni lembaga pemerintah dan lembaga pendidikan dengan syarat tertentu," kata Ariandi kepada Bangkapos.com, Rabu (23/8/2023).

Ia menambahkan, kemudian persoalan ini muncul dan harus melihat dalam dua konteks, pertama konteks substansial dan konteks prosedural.  

Mulai dari subtansi terhadap pendidikan politik menjadi penting, untuk kemudian diatur kembali, ditata ulang  melalui putusan putusan dan regulasi yang kuat.

"Salah satunya nanti tugas penyelenggara pemilu yakni KPU untuk menbuat aturan teknis. Bagaimana dan seperti apa penyelenggaraan di tingkat fasilitas pendidikan dan  pemerintah bisa dijalankan," katanya.

"Karena di sana masih terdapat partisan yang di anggap netral, yakni ASN, sehingga tidak terjadi konflik kepentingan di dalam dua lembaga tadi. Ini menjadi tugas bagi KPU untuk menata ulang persoalan terkait bagaimna melihat subtansi ini seperti apa," lanjutnya. 

Selanjutnya, untuk persoalan prosedural, dikatakan Ariandi, bicara mengenai mekanisme, apa saja  menjadi larangan dan apa saja yang kemudian tidak dilarang.

"Kalau bicara larangan tadi sudah jelas, bahwa larangan disampaikan oleh putusan MK tidak mengizinkan adanya penggunakan atribut kampanye, proses kampanye politik di ruang pendidikan dan lembaga pemerintah itu menjadi dua hal penting," katanya.

Lebih jauh dikatakan, Ariandi konsen utama dalam subtansi disampaikan dalam putusan MK menurutnyaz menjadi arus baik dalam pendidikan politik.

"Bahwa ini menurut saya arus baik dalam pendidikan politik kita, karena percakapan ruang publik kita itu, tidak disisi dengan ruang subtansial dan lembaga pendidikan yang dimaksud bisa spesifik kalau kita merujuk adalah kampus sebenarnya.

Karena memang kampus salah satu lembaga pendidikan, yang kemudian ada usia di sana , usia partisan atau partisipan pemilu yang bisa memilih. 

Hanya saja kemudian di dalam lembaga pendidikan tidak hanya sifatnya partisipan. Tetapi seharusnya ada yang menjaga netralitasnya," kata Ari.

Ari, memahami persoalan ini, menjadi dilema antara ingin meningkatkan pendidikan politik atau justru kemudian menjadi politisasi terhadap ASN di ruang pendidikan. 

"Maka dari itu pesan dari saya agar KPU untuk membuat aturan teknis, lembaga pendidikan seperti apa. Jangan sampai ini jadi pasar karet, untuk lembaga pendidikan seperti apa, lembaga pendidikan cukup beragam, pertama formal, non formal, sekolah dini, dari SMA/SMK sehingga tahu konteks lembaga pendidikan seperti apa," jelasnya.

Ia menegaskan, putusan MK ini harus terus dikawal, melihat apa saja yang tidak dilarang, seperti pertemuan tebatas ,pertemuan tatap muka, dan ketiga adalah debat. 

"Kalau konteks itu saya kira bisa diselengarakan lembaga pendidikan seperti kampus. Kemudian kampus dan sebaikanya membuat mekanisme terbuka dan juga mengedepankan bukti di ruang diskusi dan debatanya, sehingga pendidikan politik memberikan dampak pengetahuan dan opini publik," jelasnya.

Ariandi menjelaskan ketika nantinya KPU membuat aturan teknis terhadap putusan terbaru MK, membuat tugas Bawaslu bertambah.

"Tentu terkait penyelengaraan kampanye di dua lembaga, fasilitas pemerintah dan lembaga pendidikan tugas Bawaslu bertambah. Harus memahami konteks dan subtansi seperti apa dalam proses penyelenggaraan pemilu yang baik," kata Ariandi

Untuk mengawal putusan MK ini, dikatakan Ariandi harus paham maksud dan tujuanya. Sehinggga tidak merasa bahwa ini upaya melemahkan demokrasi.

"Tetapi itu justru menjadi pintu masuk menata ulang kembali bagaimana proses pendidikan politik bisa dilakukan, dan bagaimaa kualiatas percakapan demokrasi bisa sama-sama mencerdaskan publik," katanya.


Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul MK Bolehkan Kampanye di Sekolah dan Fasilitas Pemerintah, Ini Kata Pengamat Politik, https://bangka.tribunnews.com/2023/08/23/mk-bolehkan-kampanye-di-sekolah-dan-fasilitas-pemerintah-ini-kata-pengamat-politik?page=all.

SumberBangkapos.com
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
101.1 fm
103.5 fm
105.9 fm
94.4 fm