Di samping itu lanjut dia, penerapan kebijakan ini pula memiliki tujuan supaya dapat membantu orangtua dan pihak sekolah untuk melakukan pengawasan. Terutama untuk menekan sekecil mungkin pelanggaran hukum, asusila atau pelanggaran norma yang rentan dilakukan oleh kalangan pelajar.
Begitu juga agar banyak orang tua yang bekerja tidak khawatir kehilangan waktu untuk bersama anak-anaknya pada malam hari.
Jika nantinya ada siswa kedapatan masih berkeliaran di luar rumah akan diberikan teguran. Dengan memanggil pihak keluarganya. Serta membuat surat pernyataan agar tidak dibiarkan mengulang kembali. Pihaknya juga akan menggandeng pihak kelurahan sampai jajaran RT.
“Selain itu aparatur setempat seperti Lurah, RW dan RT juga agar diminta untuk semakin intens. Khususnya meningkatkan pengawasan terhadap warganya,” ungkapnya.
Kendati demikian kata Riza, perihal adanya kasus rudapaksa yang dialami bocah di Kecamatan Toboali, dirinya telah menginstruksikan sejumlah dinas untuk menindaklanjuti.
Untuk penanganan langsung, dinas sosial untuk memfasilitasi dan melakukan pendampingan terbaik kepada korban sampai segala proses baik itu proses hukum maupun proses lainnya selesai.
“Saya juga perintahkan agar Satpol PP, Dinas Pendidikan, Camat dan Lurah, RW dan RT untuk mengambil langkah preventif. Agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi,” pungkas Riza.
Sempat diberitakan sebelumnya, kasus kekerasan seksual kembali terjadi di Kabupaten Bangka Selatan, Sabtu (7/10/2023) kemarin. Kali ini korbannya bocah perempuan usia 13 tahun, inisial AA warga Kecamatan Toboali.
Mirisnya setelah dijadikan pelampiasan nafsu bejat pelaku, korban ditinggalkan begitu saja tanpa busana di pinggir jalan. Pelakunya yakni Jetendra Saputra alias Candra (20) warga Jalan Agus Salim, Kelurahan Teladan, Kecamatan Toboali.
Kapolres Bangka Selatan, AKBP Toni Sarjaka melalui Kasat Reskrim, AKP Tiyan Talingga mengungkapkan, kasus rudapaksa itu pertama kali dilaporkan oleh orangtua korban.