"Hal demikian tentu jelas merupakan dosa," ucap dia.
Utang puasa tidak bisa diganti hari lain
Sementara itu, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Miftahul Huda menyampaikan, seseorang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan ada dua kemungkinan hukum.
Pertama, orang yang membatalkan puasa karena ada uzur (sebab), seperti sakit, musafir, hamil, dan menyusui.
Golongan orang-orang tersebut diperbolehkan untuk membatalkan puasa Ramadhan, tapi mereka harus mengganti puasanya di hari lain, di luar bulan Ramadhan.
"Orang sebagaimana di atas boleh untuk tidak berpuasa atau membatalkan puasa di bulan Ramadhan, tetapi wajib mengganti sejumlah hari yang ditinggalkan," kata Huda saat dihubungi secara terpisah, Rabu.
Kendati demikian, kata Miftahul, khusus bagi orang sakit dan tidak ada harapan sembuh atau orang tua yang tak mampu berpuasa serta tidak mungkin menggantinya di lain hari, maka wajib membayar kafarat.
Kafarat yaitu memberi makan orang miskin sejumlah hari yang ditinggalkan tanpa berpuasa.
Sementara, kemungkinan kedua, orang membatalkan puasa karena tanpa uzur (sebab).
Untuk golongan orang-orang yang membatalkan puasa tanpa sebab atau kondisi tertentu, maka mereka wajib mengganti utang puasa Ramadhan yang ditinggalkannya.
"Membatalkan puasa tanpa uzur (sebab). Hukumnya dia terkena dosa besar dan wajib menggantinya di lain hari," imbuhnya.
Namun, ia menegaskan bahwa mengganti puasa itu tidak akan setara dengan satu hari puasa Ramadhan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sengaja Membatalkan Puasa di Bulan Ramadhan, Bisakah Diganti pada Hari Lain?", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2024/03/24/133000365/sengaja-membatalkan-puasa-di-bulan-ramadhan-bisakah-diganti-pada-hari-lain-?page=all#page2.