Pada September 2023, Survei National Institute of Development Administration (NIDA) Thailand menunjukkan, sebanyak 44 persen responden mengaku kurang berminat memiliki anak.
Alasan utamanya karena biaya pengasuhan anak yang semakin tinggi dan ketidakinginan terbebani dengan kewajiban mengasuh anak.
Selain karena biaya pengasuhan yang tinggi, penurunan angka kelahiran juga meningkatkan demografi orang lanjut usia (lansia) di Thailand.
Lansia berusia 60 tahun ke atas tercatat sudah mencakup seperlima dari total populasi penduduk di Thailand.
Selain itu, Thailand juga memiliki tingkat kesuburan yang tergolong rendah, yakni berada di 1,08 kelahiran sepanjang 2023.
Wakil Perdana Menteri Thailand, Somsak Thepsutin menyampaikan, apabila kondisi tersebut tak segera diatasi, maka populasi Thailand bisa berkurang setengahnya, dari saat ini 66 juta menjadi 33 juta hanya dalam waktu 60 tahun.
4. China
China melaporkan rekor angka kelahiran rendah pada tahun 2023 karena populasinya menyusut selama dua tahun berturut-turut.
Tren ini menandai semakin dalamnya tantangan demografi yang akan berdampak signifikan terhadap negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Biro Statistik Nasional China (NBS) mencatat, ada 6,39 kelahiran per 1.000 orang. Jumlah ini turun dari 6,77 kelahiran pada tahun sebelumnya.
Selain itu, angka kelahiran tersebut juga menjadi yang terendah sejak berdirinya tahun 1949.
Dikutip dari CNN (17/1/2024), ada sebanyak 9,02 juta bayi lahir, dibandingkan dengan 9,56 juta bayi pada tahun 2022.
Populasi keseluruhan turun pada tahun 2023 menjadi 1,409 miliar, turun 2,08 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya, kata biro tersebut.
5. Singapura
Singapura menjadi negara di Asia Tenggara yang memiliki tingkat kelahiran terendah.
Dikutip dari CNBC (18/9/2023), angka kelahiran di Singapura mencapai rekor terendah pada tahun 2022, setelah bertahun-tahun mengalami penurunan.
Kelahiran hidup tahun lalu anjlok sebesar 7,9 persen, karena mahalnya biaya hidup di Singapura.
Selain itu, tingginya biaya hidup terus menjauhkan banyak orang dari menambah keluarga mereka dan berdampak pada resesi seks yang berkelanjutan.
Meski demikian, angkat kelahiran sedikit meningkat pada 2022 menjadi 1,12 dari 1,1 pada tahun sebelumnya ketika orang-orang tinggal di rumah selama Covid-19.
Namun, tren kesuburan menunjukkan perempuan juga memilih untuk memiliki anak di kemudian hari, atau tidak sama sekali.
Data dari Departemen Statistik Singapura menunjukkan, wanita berusia antara 25-29 tahun kini memiliki lebih jarang melahirkan dibandingkan wanita berusia antara 35-39 tahun.
“Memiliki anak terikat pada banyak hal, keterjangkauan rumah, pasangan, dan kematangan pasar kerja yang membuat seseorang merasa cukup aman untuk melakukannya,” Jaya Dass, direktur pelaksana Ranstad untuk Asia-Pasifik.
“Daya tarik ingin memiliki anak sebenarnya berkurang secara signifikan karena kehidupan telah semakin matang dan berubah,” kata Dass.
Tak hanya di Asia, beberapa negara di Eropa juga mengalami ancaman krisis populasi gelombang resesi seks di antaranya Perancis, Spanyol, Belanda, Jerman, dan Inggris.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Negara Asia yang Dilanda Resesi Seks, Terbaru Thailand", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2024/06/26/133000065/5-negara-asia-yang-dilanda-resesi-seks-terbaru-thailand?page=all#page2.