Negara yang alami resesi seks.(Dok. UNSPLASH/Owen Cannon)
Negara yang alami resesi seks.(Dok. UNSPLASH/Owen Cannon) ( KOMPAS.COM)

5 Untuk Negara Asia yang Dilanda Resesi Seks, Terbaru Thailand

26 Juni 2024 21:30 WIB

SONORABANGKA.ID - Adalah Sejumlah negara di Asia melaporkan penurunan populasi karena rendahnya angka kelahiran akibat resesi seks, yakni fenomena menunda pernikahan dan memiliki anak.

Beberapa negara bahkan telah mewaspadai kondisi tersebut dan menjadikannya sebagai kondisi darurat nasional yang perlu segera diatasi.

Dikutip dari The Guardian (21/3/2024), resesi seks menjadi "bom waktu" ancaman populasi yang dihadapi negara-negara Asia, khususnya wilayah Asia Timur.

Kondisi ini disebabkan masyarakat di Asia Timur mengalami penuaan yang cepat cuma dalam beberapa dekade, setelah industrialisasi pesat.

Meskipun banyak negara Eropa juga menghadapi tingginya populasi menua, tapi kecepatan dan dampak perubahan tersebut dapat dimitigasi dengan imigrasi.

Namun, negara-negara di Asia, seperti Korea Selatan, Jepang, dan China emoh menjalankan kebijakan imigrasi massal untuk mengatasi penurunan populasi usia produktif, karena mempertimbangkan kondisi dalam negeri.

Para ahli memperkirakan, pergeseran pola demografi global akibat resesi seks, khususnya di Asia dipengaruhi beberapa faktor.

Di antaranya tuntutan budaya kerja yang tinggi, stagnasi upah selama beberapa tahun terakhir, kenaikan biaya hidup, perubahan cara pandang terhadap pernikahan, kesetaraan gender, serta menurunnya tingkat kepuasan hidup generasi muda.

Meski demikian, masih ada beberapa negara di Asia yang mengalami resesi seks mulai berupaya menanggulangi masalah ini secara berkelanjutan, salah satunya dengan memberikan program dan bantuan bagi warganya.

Lantas, mana saja negara di Asia yang mengalami resesi seks?

Negara-negara yang alami resesi seks di Asia 

Berikut beberapa negara yang mengalami krisis populasi karena resesi seks di Asia:

1. Jepang

Sebuah survei dari Asosiasi Keluarga Berencana Jepang (JFPA) menemukan, sebanyak 48,3 persen pasangan menikah di Jepang tidak melakukan hubungan seks. Angka tersebut meningkat dari sebelumnya 31,9 persen, ketika survei dimulai pada 2004.

Sejumlah pasangan suami istri di sana mengaku memiliki kehidupan pernikahan yang baik-baik saja, terlepas dari jarang atau tidaknya mereka berhubungan seks.

Selain itu, penelitian lain yang dilakukan JFPA selama 20 tahun mengungkapkan alasan pasangan suami istri Jepang jarang berhubungan seksual meski sudah menikah.

Dari penelitian, sebanyak 22,3 persen perempuan di seluruh Jepang tidak melakukan hubungan seksual karena menganggap aktivitas tersebut "mengganggu".

Ada juga yang menyebut 17,4 persen perempuan terlalu lelah bekerja, sehingga tidak memiliki waktu untuk melakukan hubungan seksual.

Dikutip dari CNN, beberapa hal yang membuat Jepang mengalami depopulasi di antaranya kultur sibuk bekerja, sehingga hanya segelintir orang punya waktu untuk membangun keluarga.

Selain itu, biaya hidup yang mahal jika memiliki bayi di tengah kondisi ekonomi global yang tidak stabil menjadi pertimbangan anak muda untuk enggan punya momongan.

Selain itu, budaya tabu dalam membincangkan kesuburan dan norma patriaki yang merugikan ibu pekerja jika kembali mencari nafkah setelah melahirkan juga menyuburkan fenomena resesi seks.

Pemerintah Jepang tidak tinggal diam melihat kondisi ini. Mereka menggandakan anggaran untuk menjamin kesejahteraan dan pendidikan anak. Namun, sejauh ini efek kebijakan tersebut belum terasa karena dianggap belum mengatasi akar persoalan lainnya.  

2. Korea Selatan

Korea Selatan dilaporkan menjadi salah satu negara dengan angka kelahiran terendah, imbas resesi seks yang terjadi di negara tersebut.

Data menunjukkan, Korea Selatan hanya memiliki tingkat kesuburan wanita (fertility rate) sebesar 0,72 kelahiran pada 2023. Jumlah ini turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 0,72 kelahiran.

Meski mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, namun negara tersebut masih membutuhkan tingkat kesuburan 2,1 untuk mempertahankan populasi yang stabil, tanpa adanya imigrasi.

Pemerintah Korea Selatan bahkan berencana membentuk kementerian baru untuk mengatasi “darurat nasional” karena tingkat kelahiran yang sangat rendah di negara tersebut, ketika negara tersebut bergulat dengan krisis demografi yang semakin parah.

“Kami akan mengerahkan seluruh kemampuan bangsa untuk mengatasi rendahnya angka kelahiran yang dapat dianggap sebagai darurat nasional,” ujar Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, dikutip dari CNN (9/5/2024).

3. Thailand

Resesi seks tak hanya terjadi di negara-negara Asia Timur, namun terjadi di negara kawasan Asia Tenggara, salah satunya Thailand.

Pada September 2023, Survei National Institute of Development Administration (NIDA) Thailand menunjukkan, sebanyak 44 persen responden mengaku kurang berminat memiliki anak.

Alasan utamanya karena biaya pengasuhan anak yang semakin tinggi dan ketidakinginan terbebani dengan kewajiban mengasuh anak. 

Selain karena biaya pengasuhan yang tinggi, penurunan angka kelahiran juga meningkatkan demografi orang lanjut usia (lansia) di Thailand.

Lansia berusia 60 tahun ke atas tercatat sudah mencakup seperlima dari total populasi penduduk di Thailand.

Selain itu, Thailand juga memiliki tingkat kesuburan yang tergolong rendah, yakni berada di 1,08 kelahiran sepanjang 2023.

Wakil Perdana Menteri Thailand, Somsak Thepsutin menyampaikan, apabila kondisi tersebut tak segera diatasi, maka populasi Thailand bisa berkurang setengahnya, dari saat ini 66 juta menjadi 33 juta hanya dalam waktu 60 tahun.

4. China

China melaporkan rekor angka kelahiran rendah pada tahun 2023 karena populasinya menyusut selama dua tahun berturut-turut.

Tren ini menandai semakin dalamnya tantangan demografi yang akan berdampak signifikan terhadap negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.

Biro Statistik Nasional China (NBS) mencatat, ada 6,39 kelahiran per 1.000 orang. Jumlah ini turun dari 6,77 kelahiran pada tahun sebelumnya.

Selain itu, angka kelahiran tersebut juga menjadi yang terendah sejak berdirinya tahun 1949.

Dikutip dari CNN (17/1/2024), ada sebanyak 9,02 juta bayi lahir, dibandingkan dengan 9,56 juta bayi pada tahun 2022.

Populasi keseluruhan turun pada tahun 2023 menjadi 1,409 miliar, turun 2,08 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya, kata biro tersebut.

5. Singapura

Singapura menjadi negara di Asia Tenggara yang memiliki tingkat kelahiran terendah.

Dikutip dari CNBC (18/9/2023), angka kelahiran di Singapura mencapai rekor terendah pada tahun 2022, setelah bertahun-tahun mengalami penurunan.

Kelahiran hidup tahun lalu anjlok sebesar 7,9 persen, karena mahalnya biaya hidup di Singapura.

Selain itu, tingginya biaya hidup terus menjauhkan banyak orang dari menambah keluarga mereka dan berdampak pada resesi seks yang berkelanjutan.

Meski demikian, angkat kelahiran sedikit meningkat pada 2022 menjadi 1,12 dari 1,1 pada tahun sebelumnya ketika orang-orang tinggal di rumah selama Covid-19.

Namun, tren kesuburan menunjukkan perempuan juga memilih untuk memiliki anak di kemudian hari, atau tidak sama sekali.

Data dari Departemen Statistik Singapura menunjukkan, wanita berusia antara 25-29 tahun kini memiliki lebih jarang melahirkan dibandingkan wanita berusia antara 35-39 tahun.

“Memiliki anak terikat pada banyak hal, keterjangkauan rumah, pasangan, dan kematangan pasar kerja yang membuat seseorang merasa cukup aman untuk melakukannya,” Jaya Dass, direktur pelaksana Ranstad untuk Asia-Pasifik.

“Daya tarik ingin memiliki anak sebenarnya berkurang secara signifikan karena kehidupan telah semakin matang dan berubah,” kata Dass.

Tak hanya di Asia, beberapa negara di Eropa juga mengalami ancaman krisis populasi gelombang resesi seks di antaranya Perancis, Spanyol, Belanda, Jerman, dan Inggris.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Negara Asia yang Dilanda Resesi Seks, Terbaru Thailand", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2024/06/26/133000065/5-negara-asia-yang-dilanda-resesi-seks-terbaru-thailand?page=all#page2.

SumberKOMPAS.com
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
101.1 fm
103.5 fm
105.9 fm
94.4 fm