Namun, kecemasan terkait ponsel bukanlah hal baru.
Kamus tersebut secara resmi menambahkan kata nomophobia pada tahun 2019.
Istilah itu diciptakan pada 2008 berdasarkan survei yang dilakukan oleh UK Post Office untuk menentukan apakah ponsel menyebabkan kecemasan.
Saat itu, sekitar separuh responden mengatakan mereka merasa stres saat tidak bersentuhan dengan ponsel mereka.
Nah, hal ini menjadi semakin buruk setelah belasan tahun berlalu.
Namun begitu, nomofobia tidak dianggap sebagai kondisi kesehatan mental yang dapat didiagnosis karena tidak tercantum dalam versi terbaru Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM), yang menjadi standar untuk menentukan kondisi kejiwaan.
Nomophobia dikaitkan dengan gangguan tidur, kantuk di siang hari, dan kebiasaan tidur yang buruk.
90 persen dari 327 mahasiswa yang disurvei dapat dikategorikan memiliki nomofobia sedang hingga parah.
Demikian berdasarkan penemuan sebuah hasil studi tahun 2020 yang diterbitkan dalam jurnal Sleep.
Jennifer Peszka, PhD, rekan penulis studi dan profesor psikologi di Hendrix College di Conway, Arkansas mengatakan bahwa peserta mengaku memeriksa email, SMS, atau berselancar di media sosial setelah mematikan lampu untuk tidur.
“Ada beberapa orang yang melaporkan bahwa mereka khawatir akan ketinggalan sesuatu atau bahwa mereka tidak akan bisa mendapatkan bantuan atau menghubungi seseorang jika perlu, ”jelasnya.
Nah, mungkin saja kamu menderita nomofobia, jika kamu tidak bisa tidur tanpa melihat-lihat berita dan media sosial, terus mengaktifkan notifikasi sepanjang malam untuk memastikan tidak melewatkan apa pun, atau selalu meletakkan ponsel di telapak tangan.
Secara umum orang yang nomofobia juga akan cemas saat kehabisan baterai atau tidak bisa terhubung ke sinyal ponsel dan wifi.