Namun, penciuman menambah kompleksitas pada persepsi rasa melalui ratusan reseptor bau yang memberi sinyal ke otak.
Bau sangat erat kaitannya dengan rasa dan nafsu makan, dan kondisi berkepanjangan dari dua gejala tersebut tentu dapat merampas kenikmatan makan seseorang.
Pada akhirnya, kondisi tersebut dapat berdampak besar terhadap suasana hati dan kualitas hidup seseorang.
"Hal itu dapat mengubah cara seseorang memandang lingkungan dan tempat mereka di lingkungan tersebut. Perasaan sejahtera mereka bisa berkurang."
"Ini bisa menjadi sesuatu yang menggelisahkan dan membingungkan," kata Dr. Sandeep Robert Datta, profesor neurobiologi dari Harvard Medical School kepada The New York Times.
Namun, walau jumlahnya mungkin tidak banyak, tapi coba bayangkan jika kondisi tersebut dialami oleh sejumlah orang dari berbagai negara.
Menurut Datta, hal itu sangat penting jika dilihat dari perspektif kesehatan masyarakat.
"Bahkan jika hanya 10 persen yang mengalami kehilangan penciuman (dan perasa) yang lebih lama, kita berbicara tentang kemungkinan jutaan orang (di dunia)."
Jadi, itulah mengapa penting untuk terus disiplin menerapkan 3M (menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan) demi mengurangi penyebaran Covid-19 serta mencegah diri kita mengalami gangguan indera penciuman dan perasa.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Benarkah Anosmia Pasien Covid-19 Bisa Permanen?", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2021/01/11/063000520/benarkah-anosmia-pasien-covid-19-bisa-permanen-?page=2.