Kelahiran JPO pun mendorong lahirnya berbagai organiasi sejenis yang bernaung di bawah organisasi kebangsaan dan keagamaan yang ada pada saat itu.
Misalnya Hizboel Wathan di bawah Muhammadiyah, Wira Tamtama di bawah Sarekat Islam, Nationale Padvinderij di bawah Budi Otomo, dan Jong Java Padvinderij di bawah Jong Java Mataram.
Terdapat kesamaan pada gerakan kepanduan pada masa itu, yakni bersikap pro atau mendukung kemerdekaan Indonesia dari jajahan Belanda.
Namun, sikap tersebut ditentang oleh pemerintah kolonial Belanda yang akhirnya melarang organisasi kepanduan pro kemerdekaan untuk menggunakan nama "padvinder" dan "padvinderij".
Pada 1928, salah satu tokoh nasional, yakni Haji Agus Salim, akhirnya mengusulkan nama "pandu" dan "kepanduan" untuk menggantikan nama yang dilarang oleh Belanda.
Wacana peleburan
Wacana untuk melebur berbagai gerakan kepanduan di Indonesia menjadi salah satu wadah sebenarnya sudah ada sejak tahun 1928.
Namun, karena adanya perbedaan asas masing-masing organisasi, maka upaya peleburan itu selalu menemui jalan buntu.
Walau demikian, terdapat beberapa organisasi yang merupakan gabungan dari beberapa gerakan Kepanduan, seperti Persaudaraan Antar Pandu-pandu Indonesia atau PAPI (1928) dan Kepanduan Bangsa Indonesia atau KBI (1930).
Pada 3 April 1938, PAPI dan KBI menggelar pertemuan di Surakarta, Jawa Tengah, yang kemudian melatarbelakangi terbentuknya Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI).