SonoraBangka.id - Bulan Agustus yang lalu Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan yang ke-76 setelah sebelumnya mengalami penjajahan yang cukup lama.
Pada setiap Hari Kemerdekaan Indonesia selalu diperingati dengan tradisi Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamai.
Upacara itu akan mengibarkan Bendera Sang Saka Merah Putih seperti yang dilakukan pada 17 Agustus 1945.
Pengibaran bendera itu selalu dilakukan oleh muda-mudi Indonesia perwakilan dari setiap daerah.
Tiga orang yang mendapat tugas untuk mengibarkan bendera selalu menjadi sorotan tersendiri atas peran yang didapatkan.
Hal yang sama juga terjadi saat dilakukannya upacara pertama sebagai bentuk pernyataan kemerdekaan saat itu.
Pada tahun 1945, ada 3 orang tokoh yang dipercaya mengibarkan Bendera Sang Saka Merah Putih yang saat itu dijahit langsung oleh Ibu Negara Pertama Fatmawati.
3 tokoh itu adalah Latief Hendraningrat, Suhud Sastro Kusumo, dan Surastri Karma (SK) Trimurti.
Teman-teman tahu tidak siapa tiga nama tokoh tersebut?
3 tokoh itu adalah pahlawan yang ikut berperan dalam mendapatkan kemerdekaan Indonesia.
Ia aktif mengikuti kegiatan militer pada masa pendudukan Jepang.
Dengan bergabung bersama PETA, Latief belajar tentang dunia militer.
Keahlian di bidang militer mambawa Latief menjadi komando kompi dengan pangakat Sudanco.
Pangkat ini berada di bawah Daidanco atau komandan batalion yang saat itu merupakan jabatan tertinggi untuk pribumi.
Kehebatan Latief tidak hanya itu, ia juga ikut berperan dalam pristiwa Rengasdengklok.
Desakan untuk memproklamasikan kemerdekaan pada pristiwa Rengasdengklok pun berhasil dan membawa nama Latief untuk mengamankan lokasi proklamasi.
Proklamasi yang dilakukan di Jalan Pengekasan Timur 56 pada 17 Agustus 1945 itu Latief juga berperan sebagai pengibar bendera.
2. Suhud Sastro Kusumo
Bersama Latief, Suhud juga memegang peranan dalam proses pengibaran Bendera Sang Saka Merah Putih pada Upacara Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945.
Suhud Sastro Kusumo merupakan anggota Barisan Pelopor bentukan Jepang.
Laki-laki kelahiran 1920 ini juga memiliki banyak peran dalam proses perebutan kemerdekaan.
Seperti pada tanggal 14 Agustus 1945, Suhud dipercaya menjadi penjaga keluarga Presiden Pertama Soekarno Hatta dari berbagai gangguan.
Pada persiapan proklamasi, Suhud diminta untuk menyiapkan tiang bendera yang kemudian digunakan untuk mengibarkan Bendera Sang Saka Merah Putih.
Pada upacara itu, Suhud bertugas membentangkan bendera yang kemudian ditarik oleh Latief.
3. Surastri Kusumo (SK) Trimurti
Pada pengibaran Bendera Sang Saka Merah Putih, ada satu tokoh perempuan yang ikut berperan.
Tokoh itu adalah Surastri Kusumo Trimurti atau sering dikenal dengan SK Trimurti.
SK Trimurti lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada 11 Mei 1912.
Ia adalah perempuan yang menjalani pendidikan lengkap hingga menjadi mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI).
Selama masa pergerakan, SK Trimurti juga berperan aktif dengan bergabung di Partai Indonesia (Partindo).
Selain itu, ia juga bekerja sebagai guru di sekolah dasar.
Walau bekerja sebagai guru, SK Trimurti tetap kritis degan terus menulis dan mendistribusikan leaflet anti-kolinial.
Dari tulisannya itu pun, SK Trimurti sempat dipenjara.
Di dalam penjara pun, ia tetap aktif menulis dan semakin kritis.
Perempuan ini pun kemudian menikah dengan Sayuti Melik dan bersama-sama mendirikan Koran Pesar di Semarang.
Atas perjuangannya, Soekarno meminta SK Trimurti untuk bertugas dalam pengibaran Bendera Sang Saka Merah Putih.
Saat itu Soekarno memintanya untuk menjadi pengerek bendera.
Namun, permintaan Soekarno ditolak dengan alasan pengerek bendera harus dilakukan oleh seorang prajurit.
Karena itu peran pengerek bendera dilakukan oleh Latief, sedangkan SK Trimurti berperan sebagai pembawa bendera.
Setelah pengakuan kemerdekaan itu, Indonesia masih terus berjuang hingga mendapatkan pengakuan dari negara lain.
Selama proses itu, pemerintah Indonesia mendapatkan serangan dari Belanda yang mencoba kembali mejajah Indonesia.
Banyak teror yang diterima oleh para pejabat negara, hingga akhirnya pada 3 Januari 1946 Iibu kota dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta.
Bukan hanya pemerintahan, tapi Bendera Sang Saka Merah Putih pun turut diturunkan dan dipindahkan ke Yogyakarta.
Selama di Yogayakarta, upacara peringatan proklamasi tetap dilakukan dengan pasukan pengibar bendera yang berbeda.
Pada saat itu, ajudan presiden Mayor (L) Husein Mutahar mengusulkan untuk menggunakan pasukan pengibar bendera dilakukan oleh pemuda dari berbagai daerah di Indonesia.
Hal itu dilakukan untuk terus menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan di Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
Karena pada saat itu kondisi tidak memungkinkan, maka Husein hanya memilih lima orang pemuda yang tinggal di Yogyakarta.
Lima pemuda itu terdiri dari tiga putra dan dua putri yang menjadi simbol Pancasila.
Sampai dengan saat ini, tradisi Upacara Peringatan Proklamasi dilakukan oleh para pemuda dari seluruh Indonesia.