Seperti diketahui, industri produksi bergantung pada jaringan pemasok, produsen komponen, distributor, instansi pemerintah, dan pelanggan yang semuanya terlibat dalam proses produksi melalui persaingan dan kerjasama.
Nah ekosistem bisnis tersebut telah berkembang cukup banyak di China selama 30 tahun terakhir. Misalnya di Shenzhen, sebuah kota yang berbatasan dengan Hong Kong ini telah berkembang sebagai pusat industri elektronik.
Shenzhen telah mengembangkan ekosistem untuk mendukung rantai pasokan manufaktur, termasuk produsen komponen, pekerja berbiaya rendah, tenaga kerja teknis, pemasok perakitan, dan pelanggan.
Bahkan perusahaan Amerika Serikat (AS) seperti Apple Inc. memanfaatkan efisiensi rantai pasokan China untuk menjaga biaya tetap rendah dan margin tinggi.
Foxconn Technology Group, produsen elektronik yang berbasis di Taiwan, memiliki banyak pemasok dan produsen komponen yang berada di lokasi terdekat.
Pasalnya, bagi banyak perusahaan sangat nggak efektif secara ekonomi untuk membawa beberapa komponen untuk dirakit hingga jadi produk akhir ke AS.
3. Rendahnya kepatuhan hukum
Pabrik-pabrik asal China dikenal nggak mengikuti sebagian besar undang-undang dan pedoman dasar mengenai pekerja anak, pekerja paksa, kesehatan dan keselamatan pekerja, undang-undang upah minimum, dan perlindungan lingkungan.
Beberapa pabrik bahkan memiliki kebijakan di mana pekerja dibayar setahun sekali sebagai sebuah strategi untuk mencegah pekerja berhenti sebelum akhir tahun.
Dihadapkan dengan kritik-kritik mengenai hal tersebut, pemerintah China mengklaim telah melembagakan reformasi yang melindungi hak-hak pekerja dan memberikan kompensasi yang lebih adil.