SonoraBangka.ID - Barang-barang buatan China udah sangat melekat dalam kehidupan sehar-hari kita, mulai dari produk fashion hingga elektronik.
Bahkan, meski kita tahu sebuah brand berasal dari Amerika Serikat atau Jepang misalnya, tetap ada label 'Made in China' pada beberapa produk mereka.
Mungkin banyak orang berpikir alasannya adalah upah tenaga kerja di China yang murah sehingga bisa menurunkan biaya produksi suatu barang.
Namun lebih dari itu, China memang telah dikenal sebagai pabrik dunia karena ekosistem bisnisnya yang kuat.
Selain itu, pabrik China yang umumnya beroperasi di bawah lingkungan peraturan yang jauh lebih longgar jika dibandingkan dengan pabrik asal negara yang lebih ketat.
Biar semakin paham, simak nih beberapa alasan kenapa banyak produk made in China di dunia, merangkum Investopedia:
1. Upah pekerja rendah
China dikenal sebagai negara terpadat di dunia dengan populasi penduduk sekitar 1,39 juta orang. Hal ini membuat tenaga kerja di China membeludak sementara lapangan pekerjaan yang nggak dapat menampung semuanya.
Sesuai dengan hukum penawaran dan permintaan, jika tenaga kerja banyak dan lapangan kerja hanya sedikit tentu akan menjadikan upah para pekerja rendah. Selain itu, mayoritas warga negeri panda ini merupakan kelas menengah ke bawah atau miskin yang hidup di pedesaan.
2. Ekosistem bisnis yang baik
Seperti diketahui, industri produksi bergantung pada jaringan pemasok, produsen komponen, distributor, instansi pemerintah, dan pelanggan yang semuanya terlibat dalam proses produksi melalui persaingan dan kerjasama.
Nah ekosistem bisnis tersebut telah berkembang cukup banyak di China selama 30 tahun terakhir. Misalnya di Shenzhen, sebuah kota yang berbatasan dengan Hong Kong ini telah berkembang sebagai pusat industri elektronik.
Shenzhen telah mengembangkan ekosistem untuk mendukung rantai pasokan manufaktur, termasuk produsen komponen, pekerja berbiaya rendah, tenaga kerja teknis, pemasok perakitan, dan pelanggan.
Bahkan perusahaan Amerika Serikat (AS) seperti Apple Inc. memanfaatkan efisiensi rantai pasokan China untuk menjaga biaya tetap rendah dan margin tinggi.
Foxconn Technology Group, produsen elektronik yang berbasis di Taiwan, memiliki banyak pemasok dan produsen komponen yang berada di lokasi terdekat.
Pasalnya, bagi banyak perusahaan sangat nggak efektif secara ekonomi untuk membawa beberapa komponen untuk dirakit hingga jadi produk akhir ke AS.
3. Rendahnya kepatuhan hukum
Pabrik-pabrik asal China dikenal nggak mengikuti sebagian besar undang-undang dan pedoman dasar mengenai pekerja anak, pekerja paksa, kesehatan dan keselamatan pekerja, undang-undang upah minimum, dan perlindungan lingkungan.
Beberapa pabrik bahkan memiliki kebijakan di mana pekerja dibayar setahun sekali sebagai sebuah strategi untuk mencegah pekerja berhenti sebelum akhir tahun.
Dihadapkan dengan kritik-kritik mengenai hal tersebut, pemerintah China mengklaim telah melembagakan reformasi yang melindungi hak-hak pekerja dan memberikan kompensasi yang lebih adil.
Namun, kepatuhan terhadap aturan di banyak industri rendah dan perubahan berjalan lambat. Selain itu, undang-undang perlindungan lingkungan secara rutin diabaikan, memungkinkan pabrik-pabrik China untuk mengurangi biaya pengelolaan limbah.
4. Diskon pajak bagi konsumen
Kebijakan pajak ekspor dimulai tahun 1985 di China sebagai cara untuk meningkatkan daya saing ekspornya dengan menghapuskan pajak berganda atas barang ekspor. Barang ekspor dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) nol persen, yang berarti mereka menikmati kebijakan pembebasan PPN atau potongan harga.
Selain itu, produk konsumen dari China dibebaskan dari pajak impor apa pun. Tarif pajak yang lebih rendah ini membantu menjaga biaya produksi tetap rendah, memungkinkan negara untuk menarik investor dan perusahaan yang ingin memproduksi barang-barang murah.
5. Perang tarif produk China dan AS
Pada Juli 2018, AS mengumumkan tarif khusus produk China dengan menargetkan 818 produk impor China senilai 34 miliar dollar AS. Ini adalah putaran pertama dari banyak tarif yang dikenakan oleh kedua negara.
Pengenaan tarif tersebut menghasilkan 550 miliar dollar AS untuk AS yang diterapkan pada produk China dan China atas produk AS senilai 185 miliar dollar AS per Februari 2020.
Seiring waktu, AS diperkirakan akan merasakan dampak dari perang tarif ini dalam bentuk peningkatan biaya barang, sementara ekonomi China diperkirakan akan mengalami perlambatan.
6. Mata uang China
China pernah dituduh menekan nilai mata uangnya bernama Yuan untuk mengunggulkan produk ekspornya terhadap produk yang sama yang diproduksi oleh pesaingnya yaitu AS.
China terus memantau apresiasi nilai mata uangnya dengan membeli dollar AS dan menjual Yuan. Hal ini menyebabkan nilai Yuan undervalued sebesar 30 persen terhadap dollar pada akhir 2005.
Namun, tren ini berbalik sehingga membuat nili Yuan melemah terhadap dollar AS mulai Juni 2018 ketika AS memberlakukan tarif pada produk China.
Pada 8 Agustus 2019, bank sentral China menurunkan nilai Yuan menjadi 7,0205 per dollar AS, level terlemah sejak April 2008. Pelemahan Yuan membuat ekspor China lebih menarik dan dipandang sebagai respons China terhadap perang dagangnya dengan AS.
Jadi itulah beberapa alasan kenapa banyak produk made in China di dunia. Ternyata ketersediaan tenaga kerja yang murah hanya salah satu faktor alasan dari pertanyaan tersebut.
Dibutuhkan lebih dari sekadar biaya tenaga kerja yang rendah bagi negara berkembang untuk membangun ekosistem bisnis yang dapat bersaing dengan China. (*)