Dalam 87 kasus yang dikonfirmasi, gejala Omicron yang paling umum adalah batuk, pilek atau hidung tersumbat, kelelahan, sakit tenggorokan, dan sakit kepala.
Kemudian, lebih dari setengahnya melaporkan demam, sementara 23 persen mengalami kehilangan kemampuan perasa dan 12 persen mengalami penurunan penciuman.
Para peneliti berkata, temuan ini merupakan bukti bahwa varian Omicron adalah versi virus Covid-19 yang sejauh ini paling mudah dan tampaknya lebih mampu menghindari kekebalan sebelumnya.
Akan tetapi mereka menegaskan, bahwa vaksin Covid-19 yang ada saat ini masih efektif untuk mencegah keparahan penyakit terutama pada vaksin dosis ketiga atau booster.
“Kami tahu kami akan terus mendengar lebih banyak tentang orang yang telah divaksinasi terinfeksi (Covid-19)," jelas direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), Rochelle Walensky.
Hal itu diungkapkannya pada konferensi pers di Gedung Putih, Amerika Serikat.
Dia juga mengatakan, bahwa pasien yang telah terpapar virus Omicron mungkin mengalami gejala yang ringan atau bahkan tanpa gejala, sehingga tanpa sadar menyebarkan virus tersebut kepada orang lain.
Diklaim lebih ringan
Afrika Selatan yang merupakan tempat di mana varian Omicron pertama kali teridentifikasi menemukan, bahwa sistem imun yang didapatkan dari vaksinasi lengkap serta infeksi sebelumnya dapat menjelaskan mengapa virus Omicron tampaknya muncul dengan gejala yang lebih ringan.
“Kami percaya bahwa mungkin bukan hanya Omicron yang kurang virulen (menyebabkan keparahan penyakit), tetapi cakupan vaksinasi, selain kekebalan alami orang yang sudah pernah kontak dengan virus, juga menambah perlindungan.