3. Sudah ada di Indonesia
Subvarian Omicron BA.2 yang kerap dijuluki "Son of Omicron" sudah terdeteksi di Indonesia pada Jumat (28/1/2022).
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, ada 10 kasus terkait virus corona Omicron varian BA.2.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 sekaligus Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi.
Ia mengatakan, saat ini total kasus Omicron subvarian BA.2 sudah mencapai 55 kasus.
"Betul (subvarian BA.2 Omicron sudah terdeteksi di Indonesia)," ujar Nadia, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (29/1/2022). "(Saat ini) ada 55 yang terdeteksi," lanjut dia.
4. Terdeteksi di 40 Negara
Badan Kesehatan Masyarakat Kanada (PHAC) melaporkan telah mendeteksi lebih dari 50 kasus subvarian Omicron baru yang dikenal sebagai varian BA.2.
Melansir CTVNews, terkonfirmasi sebanyak 51 kasus subvarian BA.2 di Kanada, dengan kasus terutama dari pelancong internasional.
Menurut data GISAID pada 25 Januari 2022, turunan dari varian Omicron yang sangat menular ini telah ditemukan di setidaknya 40 negara, termasuk Inggris, Denmark, India, Swedia, Singapura, dan Filipina.
Belum diketahui secara jelas perilaku varian BA.2, tapi Omicron diketahui telah menular dibandingkan jenis-jenis sebelumnya dan kemungkinan tidak menyebabkan penyakit parah dalam banyak kasus.
Di Denmark, salah satu negara dengan tingkat BA.2 yang tinggi, analisis awal oleh State Serum Institute yang dikelola pemerintah menunjukkan tidak ada perbedaan rawat inap untuk BA.2 dibandingkan dengan BA.1.
5. Masih diperlukan penelitian mendalam
Saat ini, peneliti di Divisi Vaksin dan Penyakit Menular dari University of Washington, Dr Pavitra Roychoudhury menegaskan, subvarian BA.2 masih dalam tahap penelitian.
Sehingga para ahli dapat membandingkan subvarian BA.2 dengan subvarian sebelumnya melalui pengawasan genomik.
“Terlalu dini untuk mengetahui peran BA.2. Kemungkinan subvarian itu hanya akan menjadi bagian dari gelombang Omicron dan memperpanjangnya dari waktu ke waktu, akhirnya menjadi versi dominan dari Omicron. Diperlukan lebih banyak studi,” tutur Adalja.
Di sisi lain, Dr Barton F. Haynes, direktur Departemen Kedokteran di Fakultas Kedokteran Duke University, mengatakan apabila dilihat dari perubahan molekulernya, mungkin subvarian BA.2 cukup mengkhawatirkan.
“Kami khawatir karena sangat berbeda dari Omicron BA.1, BA.2 dapat menghindari vaksin saat dan antibodi penetral Omicron BA.1,” imbuhnya.
“Sampai sekarang, kami sedang bekerja untuk mempelajari virus Omicron BA.2 untuk melihat apakah antibodi penetral yang diinduksi vaksin saat ini menetralisirnya," lanjut Haynes.
“Selain itu divaksinasi, orang harus mematuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker, jaga jarak fisik, dan cuci tangan, terutama di lingkungan yang ramai atau dengan transmisi tinggi,” pungkasnya.
Adapun vaksin Covid-19 yang ada saat ini, kata Reithinger, masih cukup efektif untuk melindungi orang dari infeksi maupun mencegah keparahan penyakit dan kematian.