SonoraBangka.id - Dari studi baru yang dilakukan peneliti di Denmark menemukan bahwa subvarian Omicron, BA.2, lebih cepat menular daripada subvarian sebelumnya, yaitu BA.1.
Varian ini belakangan populer disebut 'Son of Omicron' atau yang berarti Anak Omicron.
Para peneliti pun mengungkapkan subvarian Omicron atau BA.2 itu dapat menginfeksi orang yang sudah divaksinasi Covid-19.
Dilansir dari Reuters, Senin (31/1/2022) tim peneliti menganalisis jumlah infeksi virus corona pada lebih dari 8.500 rumah tangga di Denmark antara bulan Desember hingga Januari.
Hasilnya menunjukkan pasien Omicron yang terinfeksi subvarian BA.2 lebih menular.
Setidaknya, varian Son of Omicron ini, 33 persen lebih berisiko menularkannya kepada orang lain, dibandingkan dengan pasien yang terpapar subvarian BA.1.
Sejauh ini, subvarian BA.1 menyebabkan lebih dari 98 persen kasus Covid-19 varian Omicron secara global.
Masih banyak simpang-siur soal varian baru yang satu ini.
Berikut ini fakta-fakta Son of Omicron.
Fakta-fakta subvarian BA.2
1. Lebih cepat menyebar
Profesor dari Departemen Kedokteran di McGill University, Kanada, Dr Donald C Vinh mengatakan bahwa WHO mencatat varian Omicron memiliki tiga subvarian utama yakni BA.1, BA.2, dan BA.3.
“Sampai sekarang, sebagian besar dari semua kasus Omicron adalah BA.1. Namun di beberapa tempat, BA.2 muncul dan menyebar lebih cepat dari BA.1,” kata Vinh.
Sementara itu, dokter di Johns Hopkins Center for Health Security Dr Amesh A Adalja menduga, subvarian BA.2 lebih menular dibandingkan varian sebelumnya.
Kendati demikian, para ahli masih mengkaji lebih dalam terkait dengan seberapa cepat subvarian dapat menyebar di tengah masyarakat.
“Varian Omicron SARS-CoV-2 menarik bagi para ilmuwan karena jumlah mutasinya yang relatif lebih tinggi, yang memungkinkannya untuk menghindari sebagian dari respons imun," papar Dr Richard Reithinger, wakil presiden kesehatan global di RTI International.
Dia menambahkan, tingkat penularan dan patogenisitas atau kemampuannya menginfeksi serta menyebabkan penyakit lebih tinggi daripada varian virus corona sebelumnya. Namun, kemampuan varian Omicron untuk menyebabkan penyakit parah lebih rendah.
“Pertanyaan untuk varian dan subvarian yang baru diidentifikasi seperti Omicron BA.2 adalah bagaimana ketiga karakteristik di atas berbeda dari (varian) virus SARS-CoV-2 asli atau varian Omicron dan mengapa,” kata Reithinger.
2. Subvarian BA.2 lebih sulit dideteksi
Sejauh ini para ahli masih mengumpulkan data terkait bagaimana subvarian BA.2 dapat menyebar, tetapi penelitian di laboratorium berhasil menemukan beberapa sifat molekulernya.
“BA.2 tidak memiliki lonjakan mutasi 69-70, tidak menyebabkan kegagalan target gen S, sehingga lebih sulit untuk diidentifikasi pada tes PCR,” ujar asisten profesor kesehatan masyarakat di Penn State College of Medicine, Dr Anna Ssentongo.
“Oleh karena itu, BA.2 dijuluki varian siluman,” sambung dia.
Menurutnya, subvarian Omicron BA.2 memiliki lebih dari 20 mutasi pada spike protein yang menjadi target bagi vaksin Covid-19, lantaran virus menggunakannya untuk memasuki sel.
Meskipun hal ini mungkin mengindikasikan BA.2 lebih kebal terhadap vaksin, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengonfirmasi efektivitas vaksin Covid-19 terhadap virus.
“Mirip dengan garis keturunan induknya (Omicron), (BA.2) diduga sangat menular dan menghasilkan penyakit yang kurang parah daripada varian Delta atau Beta, terutama jika seseorang divaksinasi sepenuhnya dan di-booster,” jelas Reithinger.
Dalam beberapa pekan ke depan, Dr Reithinger berharap hasil uji laboratorium dan klinis yang sedang berlangsung bisa segera mengonfirmasi karakteristik dari virus.
Hal senada diungkapkan Vinh, bahwa sebelum para ahli menyimpulkan tentang subvarian BA.2 dapat memengaruhi kesehatan masyarakat, diperlukan penelitian lebih lanjut.
Vinh berkata, data yang ada hingga saat ini masih sangat terbatas, terutama terkait perbedaan klinis antara subvarian BA.2 dan subvarian BA.1.
"Secara khusus, kami tidak memiliki data pasti untuk mengetahui apakah BA.2 lebih menular, menyebabkan penyakit yang lebih parah, atau dapat menghindari kekebalan lebih baik daripada BA.1.
Meski begitu, data awal dari Denmark dan Inggris menunjukkan bahwa BA.2 mungkin lebih menular daripada BA.1,” ucapnya.
3. Sudah ada di Indonesia
Subvarian Omicron BA.2 yang kerap dijuluki "Son of Omicron" sudah terdeteksi di Indonesia pada Jumat (28/1/2022).
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, ada 10 kasus terkait virus corona Omicron varian BA.2.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 sekaligus Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi.
Ia mengatakan, saat ini total kasus Omicron subvarian BA.2 sudah mencapai 55 kasus.
"Betul (subvarian BA.2 Omicron sudah terdeteksi di Indonesia)," ujar Nadia, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (29/1/2022). "(Saat ini) ada 55 yang terdeteksi," lanjut dia.
4. Terdeteksi di 40 Negara
Badan Kesehatan Masyarakat Kanada (PHAC) melaporkan telah mendeteksi lebih dari 50 kasus subvarian Omicron baru yang dikenal sebagai varian BA.2.
Melansir CTVNews, terkonfirmasi sebanyak 51 kasus subvarian BA.2 di Kanada, dengan kasus terutama dari pelancong internasional.
Menurut data GISAID pada 25 Januari 2022, turunan dari varian Omicron yang sangat menular ini telah ditemukan di setidaknya 40 negara, termasuk Inggris, Denmark, India, Swedia, Singapura, dan Filipina.
Belum diketahui secara jelas perilaku varian BA.2, tapi Omicron diketahui telah menular dibandingkan jenis-jenis sebelumnya dan kemungkinan tidak menyebabkan penyakit parah dalam banyak kasus.
Di Denmark, salah satu negara dengan tingkat BA.2 yang tinggi, analisis awal oleh State Serum Institute yang dikelola pemerintah menunjukkan tidak ada perbedaan rawat inap untuk BA.2 dibandingkan dengan BA.1.
5. Masih diperlukan penelitian mendalam
Saat ini, peneliti di Divisi Vaksin dan Penyakit Menular dari University of Washington, Dr Pavitra Roychoudhury menegaskan, subvarian BA.2 masih dalam tahap penelitian.
Sehingga para ahli dapat membandingkan subvarian BA.2 dengan subvarian sebelumnya melalui pengawasan genomik.
“Terlalu dini untuk mengetahui peran BA.2. Kemungkinan subvarian itu hanya akan menjadi bagian dari gelombang Omicron dan memperpanjangnya dari waktu ke waktu, akhirnya menjadi versi dominan dari Omicron. Diperlukan lebih banyak studi,” tutur Adalja.
Di sisi lain, Dr Barton F. Haynes, direktur Departemen Kedokteran di Fakultas Kedokteran Duke University, mengatakan apabila dilihat dari perubahan molekulernya, mungkin subvarian BA.2 cukup mengkhawatirkan.
“Kami khawatir karena sangat berbeda dari Omicron BA.1, BA.2 dapat menghindari vaksin saat dan antibodi penetral Omicron BA.1,” imbuhnya.
“Sampai sekarang, kami sedang bekerja untuk mempelajari virus Omicron BA.2 untuk melihat apakah antibodi penetral yang diinduksi vaksin saat ini menetralisirnya," lanjut Haynes.
“Selain itu divaksinasi, orang harus mematuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker, jaga jarak fisik, dan cuci tangan, terutama di lingkungan yang ramai atau dengan transmisi tinggi,” pungkasnya.
Adapun vaksin Covid-19 yang ada saat ini, kata Reithinger, masih cukup efektif untuk melindungi orang dari infeksi maupun mencegah keparahan penyakit dan kematian.