Namun, meski proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini melibatkan APBN melalui PMN, skema bisnis KCJB tidak berubah dari B2B jadi B2G. Dwiyana mengatakan kalau PMN untuk kereta cepat berupa suntikan modal untuk PT KAI sebagai BUMN sponsor kereta cepat.
"Skema proyek tidak berubah. PMN digunakan lebih untuk kebutuhan setoran modal PT KAI ke PSBI, PSBI ke KCIC, jadi skema proyeknya masih B2B tidak B2G," kata Dwiyana.
Terkait potensi adanya cost overrun, Dwiyana menyebutkan total kelebihan biaya yang terjadi pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung masih dalam tahap kajian oleh BPKP. Meski demikian, saat ini pihaknya masih terus berupaya melakukan efisiensi.
"Total cost overrun tersebut belum dapat kami sampaikan karena sampai saat ini masih dalam tahap review oleh BPKP. Kami masih terus berproses menemukan biaya yang akan diefisiensikan," katanya.
Hasil dari kajian BPKP itu nantinya akan disetorkan kepada Komite Kereta Cepat yang diketuai oleh Menko Maritim dan Investasi serta beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, dan Menteri BUMN.
Hasilnya akan menjadi hitungan final dari cost overrun tersebut. Untuk menutupi kelebihan pembiayaan, Dwiyana menegaskan bahwa hingga saat ini pembiayaan cost overrun diambil dari ekuiti seperti yang tertera pada kesepakatan kedua pihak.
KCIC, lanjut dia, akan terus melakukan simulasi terkait pendanaan untuk diusulkan kepada shareholder.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KCIC: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Sumbang Rp 5,34 Triliiun ke Penerimaan Negara", Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2022/02/11/150300526/kcic--proyek-kereta-cepat-jakarta-bandung-sumbang-rp-5-34-triliiun-ke?page=all#page2.