“Setiap follower itu adalah uang di masa ini. Semakin banyak follower, berarti semakin banyak yang bisa dimonetisasi. Flexing ini tujuannya sebagai campaign atau alat marketing menggaet investor baru. Kan, secara tidak langsung di dalam flexing, ketika seseorang memamerkan kekayaannya (karena investasi tertentu), ada follower yang termotivasi ingin seperti orang itu juga,” jelas Gembong saat dihubungi NOVA.
Menurut Gembong, flexing sebenarnya lumrah dilakukan.
Hanya saja, dalam dunia investasi flexing bisa mengarah pada penipuan alias investasi bodong.
Pasalnya, kekayaan dipamerkan sebagai umpan penawaran produk investasi yang diklaim memiliki imbal hasil besar secara singkat dengan risiko rendah.
“Kalau bicara penipuan, ya, investasi bodong. Sekarang coba dipikirkan, ada enggak produk investasi yang memberikan hasil besar dan cepat namun risikonya rendah? Itu too good to be true. Tidak ada,” tegas Gembong.
Nah, mulai sekarang hati-hati ya dan jangan mudah tergiur dengan sesuatu yang instan!