Ilustrasi Flexing
Ilustrasi Flexing ( pexels.com)

Berkaca dari Kasus Indra Kenz dan Doni Salmanan, Yuk Kenali Modus Flexing Investasi

15 Maret 2022 09:21 WIB

SonoraBangka.id - Belakangan ini flexing dan crazy rich menjadi trending di berbagai media sosial di Indonesia.

Hal ini mencuat karena adanya dua influencer yang dilabeli "Crazy Rich" yang ternyata adalah affiliator sebuah aplikasi binary option (aplikasi trading yang melibatkan investasi dalam bentuk aset seperti mata uang atau saham) terbukti melakukan penipuan. Kedua affiliator ini adalah Indra Kenz dan Doni Salmanan.

Sejatinya, affiliator berperan untuk menarik anggota baru bermain dalam aplikasi, dan akan mendapat komisi dari perekrutan dan aktivitas trading para anggotanya.

Sayangnya, nih, aplikasi-aplikasi binary option kerap tidak memiliki izin usaha, alias investasi bodong.

Namun celakanya, banyak orang justru terjerat karena beberapa affiliator menggunakan modus flexing di media sosial sebagai metode perekrutan.

Dan, parahnya, banyak anggota mengalami loss (kerugian) sampai uangnya habis akibat penipuan investasi berkedok flexing ini.

Memang, apa itu flexing dalam investasi? Bagaimana pola dan modusnya? Apakah bisa terjadi dalam semua produk investasi?

Flexing adalah tindakan pamer harta kekayaan, yang saat ini semakin dipermudah dengan adanya fasilitas media sosial.

Orang yang melakukan flexing di media sosial biasanya memiliki berbagai kepentingan, yang utama adalah mendapatkan followers (pengikut) di media sosial.

Nah, menurut Gembong Suwito, CFP., Financial Planner dari Finansialku.com, jika dalam investasi, maka flexing digunakan untuk menggaet followers menjadi investor-investor baru.

“Setiap follower itu adalah uang di masa ini. Semakin banyak follower, berarti semakin banyak yang bisa dimonetisasi. Flexing ini tujuannya sebagai campaign atau alat marketing menggaet investor baru. Kan, secara tidak langsung di dalam flexing, ketika seseorang memamerkan kekayaannya (karena investasi tertentu), ada follower yang termotivasi ingin seperti orang itu juga,” jelas Gembong saat dihubungi NOVA.

Menurut Gembong, flexing sebenarnya lumrah dilakukan.

Hanya saja, dalam dunia investasi flexing bisa mengarah pada penipuan alias investasi bodong.

Pasalnya, kekayaan dipamerkan sebagai umpan penawaran produk investasi yang diklaim memiliki imbal hasil besar secara singkat dengan risiko rendah.

“Kalau bicara penipuan, ya, investasi bodong. Sekarang coba dipikirkan, ada enggak produk investasi yang memberikan hasil besar dan cepat namun risikonya rendah? Itu too good to be true. Tidak ada,” tegas Gembong.

Nah, mulai sekarang hati-hati ya dan jangan mudah tergiur dengan sesuatu yang instan!

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
101.1 fm
103.5 fm
105.9 fm
94.4 fm