SonoraBangka.Id - Popularitas mata uang digital tengah naik daun. Beberapa bank sentral di dunia mulai menggodok aturan mata uang digital untuk dijadikan mata uang resmi di dalam negeri mereka. Bank Indonesia (BI) juga tak kalah karena tengah mengkaji aturan digital rupiah.
Bukan tanpa alasan, bank sentral ingin menerbitkan mata uang digital, karena beberapa tahun terakhir tren mata uang kripto terus naik. Bitcon, misal, telah masuk ke jalur arus utama. Agar tidak merusak mata uang domestik, beberapa bank sentral ingin menciptakan mata uang digital mereka sendiri.
Tentu saja, proses pembuatan aturan mata uang digital ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Para bank sentral di dunia harus menggodok aturan secara matang hingga melakukan uji coba sebelum mempraktikkan mata uang digital sebagai mata uang resmi di suatu negara.
Dalam menyusun aturan mata uang digital atau central bank digital currency (CBDC), tahap pertama BI akan mengeluarkan kajian atau white paper di akhir tahun 2022. White paper ini akan berisi rencana atau konsep dari rupiah digital yang akan dikembangkan oleh BI.
White paper bukanlah materi akhir pada konsep mata uang digital. Selanjutnya, pada awal tahun 2023, BI akan membentuk consultated paper. Dalam acara ini, BI akan meminta pendapat pelaku industri, terkait dengan rencana penerbitan mata uang digital. Jelasnya, consultated paper berisi langkah-langkah sebelum memasuki tahapan percobaan dan penerbitan CBDC.
Jika sudah tuntas, maka bank sentral akan melakukan uji coba. Tahapan ini membutuhkan waktu cukup lama. Sebagai perbandingan, ada negara lain yang menerapkan uji coba dalam waktu singkat, yakni enam bulan.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, bank sentral telah mempersiapkan tiga aspek dalam rencana penerbitan digital rupiah.
Pertama, konseptual desain. Kedua, mengintegrasikan infrastruktur sistem pembayaran dan pasar uang agar terkoneksi, terintegrasi dan terinteroperabilitas. Dan ketiga, pemilihan teknologi.
Pada konsep pertama, BI akan menerbitkan digital rupiah sebagai alat pembayaran yang di Tanah Air sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang Mata Uang, dan Undang-Undang Bank Indonesia. "Rencana kami adalah menerbitkan digital rupiah pada konsep wholesale," terang Perry.
Tidak Berbeda
Apa itu wholesale? Jadi, BI akan mendistribusikan digital rupiah kepada pelaku keuangan seperti perbankan dan perusahaan jasa pembayaran kelompok besar. Nantinya, mereka akan memiliki rekening di BI untuk dapat menjadi penyalur digital rupiah seperti rekening pada peredaran mata uang kertas.
Tak lengkap rasanya, jika proses penerbitan mata uang terselenggara tanpa ada khazanah. Untuk itu, BI juga akan membangun khazanah untuk digital rupiah, layaknya seperti khazanah uang rupiah dalam bentuk kertas.
Dan, bagian terpenting dari digital rupiah ini adalah mata uang akan dilengkapi dengan fitur, sekuriti, dan coding-coding seperti yang ada pada mata uang rupiah dalam bentuk kertas. Hal ini diterapkan guna memberikan perlindungan pada mata uang digital nanti, seperti pada mata uang kertas.
Dalam hal ini, BI juga melakukan pilihan pengembangan teknologi pada mata uang digital.
Kehadiran mata uang digital tidak akan berbeda jauh dengan mata uang kertas. Yang membedakan hanya bentuknya dan wadah penyimpanannya saja, yakni yang satu berbentuk kertas dan satu lagi digital.
Perry mengatakan, nantinya BI akan mendistribusikan mata uang digital ini kepada pelaku-pelaku jasa keuangan seperti perbankan maupun penyelenggara jasa pembayaran kelompok besar yang disebut wholesale.
Untuk itu, mereka perlu mengajukan izin kepada BI untuk menggunakan digital rupiah sebagai alat pembayaran untuk berbagai transaksi ritel.
Kemudian, wholesale akan bertugas menjadi agen untuk para retailer, yakni transaksi ritel ini bisa lewat bank kecil, penyelenggara jasa pembayaran kelompok kecil maupun perdagangan online atau e-commerce dan start up, serta berbagai transaksi digital yang membutuhkan fasilitas digital rupiah.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Aestika Oryza Gunarto mengatakan, pihaknya mendukung rencana BI untuk menambah opsi cara pembayaran di masyarakat.
Kendati demikian, bagi nasabah BRI, edukasi terkait penggunaan digital rupiah perlu dilakukan secara intensif mengingat nasabah BRI berada di seluruh segmen masyarakat baik di pedesaan maupun perkotaan yang mayoritas merupakan nasabah segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Untuk itu, bank berplat merah ini akan menyiapkan rencana pendukung penerbitan digital rupiah, di antaranya pengembangan infrastruktur digital, kesiapan edukasi kepada nasabah, dan perlindungan data nasabah serta perlindungan terhadap aset digital rupiah pada nasabah.
"Serta memastikan langkah-langkah di atas tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang akan diterapkan terhadap digital rupiah," terang Aestika.
Menurutnya, rencana kehadiran digital rupiah tersebut untuk dapat mengakomodir kepentingan bisnis perbankan, khususnya agar masyarakat tetap memiliki ketertarikan yang tinggi untuk menyimpan dana mereka di bank. Salah satunya, dengan memberikan batasan penyimpanan digital rupiah yang dilakukan mandiri oleh masyarakat.
Ke depan, perbankan di Tanah Air akan siap melaksanakan mata uang digital apabila sudah terdapat kebijakan yang memadai dan mempersiapkan infrastruktur interoperabilitas yang memadai didukung dengan kajian terkait kesiapan masyarakat.
Saat ini, BI sendiri berencana akan meluncurkan white paper terkait digital rupiah pada akhir tahun ini. Oleh karena itu, dari sisi perbankan, penyelenggara jasa sistem pembayaran maupun dari sisi masyarakat masih belum siap.
Senada, Sekretaris Korporasi PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Mucharom mengatakan, pihaknya menyambut positif atas inovasi yang didorong oleh regulator termasuk BI dalam membentuk rencana digital rupiah.
Terlebih, bank berlogo 46 ini juga leading di digital banking yang aktif melakukan transformasi untuk semua layanan dan produk.
"Terkait dengan digital rupiah, kami tengah mempelajari potensi sekaligus risiko bisnis perbankan apa saja dengan implementasi digital rupiah," ucapnya.
Pada prinsipnya, Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Santoso Liem menyampaikan, pihaknya sebagai perbankan nasional berkomitmen mendukung kebijakan pemerintah, regulator, dan otoritas perbankan salah satunya terkait dengan wacana penerbitan digital rupiah sebagai alat pembayaran yang sah.
Saat ini, bank yang terafiliasi oleh Grup Djarum secara berkala terus melakukan monitoring terkait perkembangan, minat dan kesiapan dari masyarakat dan pelaku pasar terkait wacana tersebut serta mencermati aturan-aturan yang berlaku.
Lalu bagaimana peran uang tunai jika ada digital rupiah nanti?
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Ryan Rizaldy menuturkan, penerbitan mata uang rupiah dalam bentuk digital tidak akan menghapus peredaran uang tunai, justru akan menambah alat pembayaran, seperti dompet atau uang elektronik yang ada saat ini.
Nantinya, kehadiran digital rupiah di Tanah Air diharapkan dapat menjadi pilihan masyarakat untuk bertransaksi, tanpa menghilangkan uang tunai hingga sarana layanan pembayaran lainnya yang berbasis teknologi seperti kartu kredit, kartu debit hingga uang elektronik.
Kepercayaan Masyarakat
Dengan kata lain, perbedaan digital rupiah dengan uang elektronik dan dompet digital terletak pada instansi yang menerbitkannya. Perbedaan paling mudah adalah CBDC diterbitkan bank sentral, kemudian kartu debit diterbitkan oleh bank umum. Sedangkan uang elektronik ada yang diterbitkan oleh perbankan ataupun oleh penyelenggara jasa sistem pembayaran seperti Gopay dan OVO.
Adapun, rupiah digital yang diterbitkan oleh bank sentral ini memiliki risiko yang rendah dan lebih terjamin keamanannya dibandingkan uang elektronik dan dompet digital.
Ryan menambahkan, pada dasarnya uang merupakan kepercayaan, sehingga ini menjadi bagian dari upaya BI untuk memberikan layanan publik kepada masyarakat dan bagaimanapun penciptaan uang itu adalah fungsi bank sentral, sehingga BI harus mengikuti perkembangan zaman yang kini ada pada mata uang digital.
Ke depan, tugas BI adalah meyakinkan masyarakat bahwa digital rupiah ini merupakan alat pembayaran untuk transaksi ekonomi keuangan di Indonesia pada masa mendatang.
Sekarang ini, tidak hanya BI yang tengah mengembangkan mata uang digital. Beberapa bank sentral di dunia mulai menyusun aturan yang pas untuk menerapkan mata uang digital ini, mulai dari negara berkembang hingga negara maju.
Yang paling mulai terlihat lebih maju adalah bank sentral China atau People’s Bank of China (PBOC). Mereka sudah melakukan uji coba di tahun 2022 ini.