Pada era tahun 1900 sampai tahun 1945 atau era Kebangkitan Nasional, pendidikan di Kota Yogyakarta masih dipengaruhi keberadaan Belanda.
Hal tersebut dibuktikan dengan didirikannya Sekolah Rakyat pertama di Yogyakarta pada tahun 1870, ada Holland Inlandsche School (HIS), MULO, Schakel School, dan sebagainya.
Saat itu, materi pembelajaran yang diberikan adalah seputar pendidikan kesejahteraan rumah tangga, tata krama, dan budaya.
Seperti diketahui, keberadaan Belanda dan politiknya telah mengeksploitasi rakyat Indonesia dan membawa derita besar bagi rakyat.
Untuk itu, para tokoh nasional mulai bangkit dan mendirikan lembaga-Iembaga kooperatif dan nonkooperatif yang bergerak di bidang pendidikan.
Sejumlah tokoh tersebut termasuk Wahidin Sudirohusodo (1852-1916) yang menancapkan cita-citanya memajukan bangsa Indonesia melalui pendidikan dan pengajaran.
Perjuangan Wahidin turut menyulut semangat Soetomo dan para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, yang kemudian mendirikan Boedi Oetomo atau Budi Utomo.
Budi Utomo adalah organisasi pemuda yang didirikan pada 1908 dan berpusat di Jakarta.
Cita-cita Budi Utomo adalah meningkatkan derajat dan martabat bangsa Indonesia dengan jalan memajukan pendidikan dan pengajaran.
Budi Utomo kemudian berkembang sampai ke Kota Yogyakarta.
Selanjutnya, pada tahun 1912, Kiai Haji Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah dan diikuti lahirnya sekolah-sekolah berbasis muhammadiyah di Kota Yogyakarta.
Pada tahun 1919, berdiri Sekolah Teknik Pertama di Kota Jogja.
Pada 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan perguruan Taman Siswa.
Seperti diketahui, Taman Siswa telah mendidik generasi muda yang berkebangsaan, patriotik, cinta tanah air, dan bangsa, atas jasa Ki Hajar Dewantara.
Berkat pengaruh besar Ki Hajar Dewantara dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, hari lahir Ki Hajar Dewantara, yakni 2 Mei, dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Setiap tanggal 2 Mei, seperti saat ini, Selasa (2/5/2023), seluruh rakyat Indonesia memperingati Hari Pendidikan.
Lebih lanjut, pada 1925, berdiri Lembaga Pendidikan Kursus Dalang.
Pada tahun 1940 berdirilah Seminari Agung pindahan dari Semarang dan Magelang.
Seminari ini didirikan di Jalan Code Nomor 2 Kota Yogyakarta.
Pada tahun 1942 - 1945, dimulai pendidikan zaman penjajahan Jepang.
Saat itu, Jepang menjajah Indonesia dengan menjadikan rakyat sebagai pasukan perang, sehingga muncul pasukan Keibodan dan Heiho.
Tujuan pendidikan yang diajarkan oleh Jepang adalah pemuda harus membiasakan diri menjadi pemimpin yang sehat badan, sehat rohani, dan sehat bangsanya.
Dampak penjajahan Jepang turut mewarnai dinamika sekolah yang lahir di Kota Yogyakarta, yakni Sekolah Guru (1942), Sekolah Teknik Negeri, SMP Negeri, dan Fakultas Teknik.
Nah, saat inbi saja tercatat lebih dari 100 perguruan tinggi di Yogyakarta yang memiliki beberapa kategori, di antaranya akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Sejarah Yogyakarta Dijuluki Kota Pelajar, Julukan yang Sudah Dibangun Sejak Zaman Nenek Moyang, https://bangka.tribunnews.com/2023/07/17/sejarah-yogyakarta-dijuluki-kota-pelajar-julukan-yang-sudah-dibangun-sejak-zaman-nenek-moyang?page=all.