SonoraBangka.id - Yogyakarta dijuluki sebagai kota Pelajar, kota Wisata, kota Budaya, kota Seniman, kota Gudeg, kota Bakpia, dan lebih banyak lagi.
Siapa yang tidak mengenal Yogyakarta?
Daerah cantik yang memiliki banyak kenangan di setiap sudut kotanya ini mendapati banyak sekali julukan.
Namun julukan yang sangat melekat dengan Yogyakarta adalah julukannya sebagai kota Pelajar.
Julukan tersebut nampaknya sangat layak disandang oleh Yogyakarta, karena daerah ini menjadi surganya para pelajar.
Yogyakarta dikenal sebagai kota Pelajar, julukan ini diduga berasal dari banyaknya pusat-pusat pendidikan yang berdiri di Yogyakarta.
Pusat-pusat pendidikan itu secara otomatis menarik minat para pelajar dari daerah lain untuk menuntut ilmu di sana.
Menurut Kurniawati yang dikutip dari Kompas.com, beliau mengatakan belum ada penelitian pasti yang mengungkap alasan di balik julukan Kota Pelajar atau Kota Pendidikan terhadap Yogyakarta.
Dalam penelitiannya, Kurniawati menduga julukan tersebut tidak berkaitan dengan pola pendidikan tradisional, melainkan pendidikan modern.
Masih menurut Kurniawati, citra Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan dan Kota Pelajar sangat dipengaruhi oleh simbol-simbol pendidikan yang ada di kota tersebut.
Simbol-simbol itu berupa realitas fisik dan sosial.
Simbol fisik yang mempengaruhi julukan kota Pelajar dapat dilihat dari banyaknya pusat pendidikan yang ada di Yogyakarta.
Fasilitas pendidikan yang lengkap akan menarik minat para pelajar untuk menuntut ilmu di kota ini.
Pusat pendidikan yang paling terkenal di Yogyakarta adalah Universitas Gajah Mada (UGM).
Kampus ini menjadi salah satu universitas pertama yang didirikan setelah kemerdekaan.
Pada awal pendiriannya, UGM didaulat sebagai Balai Nasional Ilmu Pengetahuan dan Budaya bagi penyelenggara pendidikan tinggi nasional di Indonesia.
Keberadaan UGM di Yogyakarta seakan membuka keran berdirinya perguruan tinggi lain.
Perguruan yang berdiri pun beragam, mulai dari kesenian hingga keagamaan.
Perguruan tinggi keagamaan dapat dilihat dari berdirinya Sekolah Tinggi Islam (STI) yang sekarang menjelma menjadi Universitas Islam Indonesia.
Sementara di bidang kesenian berdiri Akademi Seni Rupa Indonesia dan Akademi Musik Indonesia.
Saat ini, keduanya melebur dan menjadi Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Melansir laman Universitas Atma Jaya Yogyakarta, saat ini setidaknya ada 100 lebih lembaga pendidikan negeri maupun swasta yang beroperasi di Yogyakarta.
Dengan banyaknya jumlah lembaga pendidikan tersebut, maka bisa dikatakan bahwa hampir semua cabang ilmu pengetahuan diajarkan di Kota Yogyakarta.
Fakta ini semakin mengukuhkan status Yogyakarta sebagai Kota Pelajar dan Kota Pendidikan.
Alasan Yogyakarta Disebut Kota Pelajar dan Kota Pendidikan di Indonesia
Julukan Kota Pendidikan dan Kota Pelajar untuk Kota Yogyakarta di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah melalui proses panjang sejak zaman kuno.
Sebutan Kota Pendidikan bukan sekedar hadiah dari pemerintah pusat maupun tren di kalangan masyarakat modern, tetapi sudah dibangun sejak zaman nenek moyang.
Julukan Kota Pelajar dan Kota Pendidikan untuk Kota Jogja lantas diperjuangkan dan dipertahankan antar generasi.
Mengutip sebuah jurnal berjudul “ Yogyakarta Kota Pendidikan dan Ekonomi Alternatif” (2004) yang ditulis Sugiyanto dari Program Studi Ilmu Sosiatri Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) “APMD” Yogyakarta, Keraton Yogyakarta memiliki peranan besar terhadap sebutan Kota Pelajar untuk Jogja.
Aura dan keberadaan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Kraton Jogja mampu menembus masyarakat jelata sebagai akar kesadaran pendidikan dan belajar bagi masyarakat.
Pada zaman kuno, sekira abad pertama sampai tahun 1500 M, pendidikan dilaksanakan di padepokan, seperti padepokan Pacrabakan dan Wihara yang diasuh seorang guru atau Pandeta Jnanabadra.
Saat itu, pembelajaran yang diberikan adalah setiap murid wajib menirukan guru, menghafaI dan mengerjakan perintah guru.
Pendidikan pada tahun 1800 - 1900 M di Yogyakarta diselenggarakan di sekitar Kraton Jogja, tepatnya di bagian tratag.
Pusat pendidikan di dalam keraton disebut “Sekolah Tamanan dan Gubernemen”. Di sana, pendidikan diasuh oleh kerabat kerajaan dan tokoh agama.
Materi pembelajaran yang diberikan antara lain pembentukan sikap peradaban batin, perilaku, dan etika.
Kala itu, perkembangan pendidikan di Yogyakarta banyak diwarnai oleh Belanda.
Sebab, Belanda masuk ke Indonesia secara kooperatif dengan para raja.
Inilah yang membuat pengaruh Belanda masuk dalam pendidikan Yogyakarta.
Belanda mengajarkan pengetahuan bidang politik dagang, kebudayaaan, pertanian, bahasa, budaya, sampai hukum.
Sekolah-sekolah peninggalan Belanda di Kota Jogja yang sampai saat ini masih eksis dan terkenal adalah SMA Negeri 3 Yogyakarta dan SMP Negeri 5 Yogyakarta.
Pada era tahun 1900 sampai tahun 1945 atau era Kebangkitan Nasional, pendidikan di Kota Yogyakarta masih dipengaruhi keberadaan Belanda.
Hal tersebut dibuktikan dengan didirikannya Sekolah Rakyat pertama di Yogyakarta pada tahun 1870, ada Holland Inlandsche School (HIS), MULO, Schakel School, dan sebagainya.
Saat itu, materi pembelajaran yang diberikan adalah seputar pendidikan kesejahteraan rumah tangga, tata krama, dan budaya.
Seperti diketahui, keberadaan Belanda dan politiknya telah mengeksploitasi rakyat Indonesia dan membawa derita besar bagi rakyat.
Untuk itu, para tokoh nasional mulai bangkit dan mendirikan lembaga-Iembaga kooperatif dan nonkooperatif yang bergerak di bidang pendidikan.
Sejumlah tokoh tersebut termasuk Wahidin Sudirohusodo (1852-1916) yang menancapkan cita-citanya memajukan bangsa Indonesia melalui pendidikan dan pengajaran.
Perjuangan Wahidin turut menyulut semangat Soetomo dan para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, yang kemudian mendirikan Boedi Oetomo atau Budi Utomo.
Budi Utomo adalah organisasi pemuda yang didirikan pada 1908 dan berpusat di Jakarta.
Cita-cita Budi Utomo adalah meningkatkan derajat dan martabat bangsa Indonesia dengan jalan memajukan pendidikan dan pengajaran.
Budi Utomo kemudian berkembang sampai ke Kota Yogyakarta.
Selanjutnya, pada tahun 1912, Kiai Haji Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah dan diikuti lahirnya sekolah-sekolah berbasis muhammadiyah di Kota Yogyakarta.
Pada tahun 1919, berdiri Sekolah Teknik Pertama di Kota Jogja.
Pada 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan perguruan Taman Siswa.
Seperti diketahui, Taman Siswa telah mendidik generasi muda yang berkebangsaan, patriotik, cinta tanah air, dan bangsa, atas jasa Ki Hajar Dewantara.
Berkat pengaruh besar Ki Hajar Dewantara dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, hari lahir Ki Hajar Dewantara, yakni 2 Mei, dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Setiap tanggal 2 Mei, seperti saat ini, Selasa (2/5/2023), seluruh rakyat Indonesia memperingati Hari Pendidikan.
Lebih lanjut, pada 1925, berdiri Lembaga Pendidikan Kursus Dalang.
Pada tahun 1940 berdirilah Seminari Agung pindahan dari Semarang dan Magelang.
Seminari ini didirikan di Jalan Code Nomor 2 Kota Yogyakarta.
Pada tahun 1942 - 1945, dimulai pendidikan zaman penjajahan Jepang.
Saat itu, Jepang menjajah Indonesia dengan menjadikan rakyat sebagai pasukan perang, sehingga muncul pasukan Keibodan dan Heiho.
Tujuan pendidikan yang diajarkan oleh Jepang adalah pemuda harus membiasakan diri menjadi pemimpin yang sehat badan, sehat rohani, dan sehat bangsanya.
Dampak penjajahan Jepang turut mewarnai dinamika sekolah yang lahir di Kota Yogyakarta, yakni Sekolah Guru (1942), Sekolah Teknik Negeri, SMP Negeri, dan Fakultas Teknik.
Nah, saat inbi saja tercatat lebih dari 100 perguruan tinggi di Yogyakarta yang memiliki beberapa kategori, di antaranya akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Sejarah Yogyakarta Dijuluki Kota Pelajar, Julukan yang Sudah Dibangun Sejak Zaman Nenek Moyang, https://bangka.tribunnews.com/2023/07/17/sejarah-yogyakarta-dijuluki-kota-pelajar-julukan-yang-sudah-dibangun-sejak-zaman-nenek-moyang?page=all.