SONORABANGKA.ID - Adalah Segenap pihak langsung melakukan investigasi terkait kasus mobil rusak karena Pertamax. Belum lama ini, hasil sementara investigasi tersebut sudah keluar.
Latar belakangnya, terjadi kasus konsumen mengisi bahan bakar jenis Pertamax, kemudian mobilnya kehilangan tenaga. Saat diperiksa di bengkel, pompa bahan bakar dilepas dan dikuras tangkinya, ditemukan endapan pada bahan bakar.
Endapan tersebut yang menjadi penyebab mobil kehilangan tenaga. Sebab, endapan menyumbat filter sebelum bahan bakar masuk ke dalam pompa. Sehingga, suplai bahan bakar ke mesin tidak mencukupi.
Tri Yuswidjajanto Zaenuri, dosen dan ahli konversi energi Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), yang juga bagian dari tim Lembaga Afiliasi Peneliti dan Industri (LAPI) ITB, mengatakan, Minggu (24/11/2024), diajak Pertamina untuk ke bengkel Daihatsu di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
"Karena hari Sabtunya itu di sana rame. Banyak mobil waktu itu, hari Sabtunya itu katanya ada 8 mobil, sebelumnya ada beberapa. Pokoknya, total sudah 20 mobil lah di situ, Di bengkel itu saja, di bengkel tempat lain juga ada," ujar Yuswidjajanto kepada Kompas.com, Rabu (27/11/2024).
"Nah, hari Minggu itu bengkelnya tutup, tapi kepala bengkelnya datang untuk diskusi. Jadi, kata kepala bengkelnya itu masuk keluhannya sama, power loss. Jalan dengan gigi 2 atau lebih, tidak ada tenaga. Terus, ketika dicek kok aliran bahan bakarnya kecil," kata Yuswidjajanto.
Yuswidjajanto menambahkan, kemudian diputuskan untuk dilihat pompa bahan bakarnya. Untuk melihatnya, maka tangki bahan bakar harus diturunkan. Ketika diturunkan dan pompanya dilepas, ternyata saringannya penuh dengan kotoran.
"Penuh sekali, seperti yang ada di video yang beredar. Nah, jadi mereka menyimpulkan, sepertinya masalahnya ini. Kotorannya menghalangi bahan bakar untuk masuk ke pompa hingga suplai ke mesinnya kurang," ujar Yuswidjajanto.
Yuswidjajanto mengatakan, tangki bahan bakar kemudian dikuras, saringan dibersihkan, dan pompa bahan bakar dipasang lagi. Kemudian, mobil diisi dengan Pertamax Turbo dari SPBU yang lokasinya tidak jauh dari bengkel.
"Diisikan dengan Pertama Turbo, ya sudah, hidup (mesinnya), normal. Jadi, enggak ada spare part yang diganti, enggak butuh tuning apa-apa," kata Yuswidjajanto.
Yuswidjajanto menambahkan, saat dirinya ada di sana, ternyata kotoran dan bahan bakar yang diduga bermasalah sudah dibuang. Ada sisanya, tapi cuma sedikit.
"Ya sudah, akhirnya kami ambil. Kan kita semua penasaran, ini bentuknya kotoran, ini apa? Ya, kemudian dibawalah sampel kotorannya ke Bandung. Kemudian, kita cek, ternyata kok timbal dan timah. Terus, kalau sampel yang dari bengkel, kalau dianalisa ya pasti ada timbal sama timahnya, karena kotorannya itu halus banget," ujar Yuswidjajanto.
"Jadi, saya coba saring pakai saringan kopi saja tembus, masih lolos. Jadi, lembut banget. Nah, akhirnya Pertamina coba ambil sampel dari SPBU yang terindikasi konsumennya pada melakukan pembelian Pertamax di situ, ada beberapa SPBU itu," kata Yuswidjajanto.
"Kemudian, dikirim oleh Lemigas dan dicek. Ternyata, enggak ada, enggak kedeteksi itu material timbal dan timah. Jadi, di bengkel itu ditanya, si konsumen yang mobilnya terdampak itu. Terakhir isinya di mana? Ada yang di Puncak, ada yang di dekat situ, ada yang di macam-macam lah," ujarnya.
Yuswidjajanto mengatakan, beberapa SPBU yang ditunjuk itu kemudian diambil sampelnya. Ketika dicek, tidak unsur yang dideteksi di laboratorium ITB tidak ada di dalam bahan bakar Pertamax itu.
"Kalau mobil yang tangki bensinnya masih terbuat dari logam, kan rawan berkarat ya, karena di dalam bensin kan kadang-kadang ada air juga. Biasanya, tangki itu dilapislah sama paduan dari timbal dan timah itu. Jadi, apa coatingnya kemudian rontok lah, artinya terlarut gitu ya ke dalam bensinnya," kata Yuswidjajanto.
"Nah, itu yang masih lagi dicari. Kenapa? Kalau memang benar itu adalah asalnya dari coating yang ada di tangki, kenapa kok bisa rontok? Kenapa di dalam bahan bakarnya kok itu bisa ini? Nah, dari logika itu, dan kemudian ketika dicek semua bengkel yang terdampak itu, rupanya enggak semua kendaraan juga, yang kena itu kendaraan tertentu saja," ujarnya.
Yuswidjajanto menambahkan, mobil yang terdampak adalah kendaraan yang dibuat di satu pabrik, tapi dipasarkan dengan merek dan tipe yang berbeda, itu yang kena, yang lainnya tidak.
"Kita kan juga heran juga, kok bisa begitu? Apa mereka masih menggunakan pelapis anti-karat itu di dalam tangki bensinnya? Nah, itu yang sedang kami selidiki juga, karena kebetulan ada mobil yang terdampak juga, yang tangki bensinnya boleh diambil, kemudian mau kami bawa ke Bandung untuk dicek. Apakah tangki bensinnya ini dilapis dengan timbal dan timah itu. Nah, itu belum dapat itu," katanya.
"Jadi, kalau memang dari coating tangki, berarti mobil-mobil yang baru, yang tankinya terbuat dari resin, aman, enggak akan terdampak. Soalnya, bagian terakhir ini kita masih sedang dalam penelitian," ujar Yuswidjajanto.
"Nah, setelah itu kita harus mencari nih, kenapa kok itu bisa rontok? Jadi, pertama diperiksa dulu tangki yang terdampak ini benar di-coating atau tidak. Kalau tidak, ya enggak tahu nih, harus masih lari ke mana lagi carinya gitu. Tapi, kalau misalnya iya, masih ada PR lagi, apa yang membuat dia kandungannya bisa rontok gitu ya," kata Yuswidjajanto.
Yuswidjajanto menambahkan, dalam investigasi ini ada pembagian tugas. Pertamina juga melakukan pengecekan secara internal. Tapi, karena tidak memiliki laboratorium, maka sampelnya dikirim ke Lemigas untuk diperiksa sifat fisika dan kimianya.
Tujuan pengecekan tersebut untuk mengetahui apakah bahan bakar tersebut on-spec atau off-spec, alias sesuai dengan spesifikasi atau tidak. Ternyata, hasilnya adalah on-spec, masih sesuai dengan spesifikasi dari Lemigas.
Kemudian, dicari apakah ada logam seperti hasil penelitian ITB atau tidak, ternyata juga tidak ada. Kemudian, dicari juga ada kemungkinan senyawa lain yang bisa membuat coating dalam tangki rontok atau tidak, tapi itu juga tidak ada di spesifikasinya. Lalu, sekarang sedang diupayakan untuk dites dengan metode lain.
"Kalau ITB, konsentrasinya ke sebenarnya kotoran ini apa, kita dapat dari hasil analisa EDS (Energy-Dispersive X-ray Spectroscopy), ternyata timbal dan timah. Kita cari di literatur, ternyata kombinasi itu adalah sering dipakai untuk coating di tangki BBM," ujar Yuswidjajanto.
Yuswidjajanto menambahkan, kejadian ini bukan karena kesalahan dari produsen mobil atau Pertamina. Tapi, ada sesuatu di dalam Pertamax itu yang tidak cocok dengan material yang ada di tangki BBM.
"Jadi, kita cari akar masalahnya apa. Sehingga, nanti bisa dimitigasi supaya tidak terjadi lagi di kemudian hari. Karena belum selesai, maka Pertamina bikin rilis yang kecil. Kami juga belum bisa juga mengeluarkan laporan yang komplet, karena masih baru menduga, ini kenapa begini, ini kenapa begitu," ujarnya.
Yuswidjajanto mengatakan, penelitian masih terus dilakukan untuk memastikan dari mana asal usul unsur-unsur pembentuk endapan tersebut.
Sementara itu, pihak Daihatsu mengaku belum mengatahui hasil dari investigasi yang dilakukan oleh tim LAPI ITB.
Sri Agung Handayani, Marketing Director dan Corporate Planning & Communication Director PT Astra Daihatsu Motor (ADM) mengatakan, pihaknya masih melakukan investigasi secara menyeluruh terakit penyebab kerusakan sejumlah mobil.
"Mohon maaf kami belum tahu tentang hal itu. Saat ini, kami jg berkomunikasi dengan pertamina untuk investigasi yang lebih menyeluruh secara bersama," kata Agung.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Update Terkini Hasil Investigasi Kasus Mobil Rusak Karena Pertamax", Klik untuk baca: https://otomotif.kompas.com/read/2024/11/28/070200115/update-terkini-hasil-investigasi-kasus-mobil-rusak-karena-pertamax?page=all#page2.