Salah satu WNI Norwegia Savitry Khairunnisa berfoto di tepi kanal, Nyhavn, Copenhagen, Denmark
Salah satu WNI Norwegia Savitry Khairunnisa berfoto di tepi kanal, Nyhavn, Copenhagen, Denmark ( kompas.com)

Cerita dari Norwegia, Kisah WNI Jalani Ibadah Puasa 16,5 Jam hingga 19,5 Jam

14 Mei 2020 15:24 WIB

SONORABANGKA.ID - Cerita ini datang dari salah satu kota pelabuhan di Pantai Barat Norwegia, Haugesund. Cerita tentang bagaimana Muslim di Norwegia menjalankan ibadah puasa saat musim semi dan di tengah pandemi virus corona. Ini kisah yang dibagikan salah seorang warga negara Indonesia (WNI) yang menetap di sana, Savitry Khairunnisa (43), biasa disapa Icha. 

Icha sudah menetap di Norwegia sejak 2009 karena mengikuti suaminya yang bertugas di sana. Durasi puasa di Haugesund, kota tempatnya tinggal, lebih pendek jika dibandingkan wilayah di Norwegia Utara yang bisa mencapai 20 jam. Saat dihubungi Kompas.com, Minggu (26/4/2020), Icha mengatakan, durasi puasa tahun ini lebih pendek daripada tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, Muslim di belahan bumi utara menjalani puasa hingga 20 jam pada musim panas (Juni-Juli). Tahun ini, sekitar 16,5-19,5 jam, dimulai sejak sekitar pukul 22.00 waktu setempat. Ketika berpuasa selama 20 jam, matahari tidak benar-benar terbenam bahkan hingga tengah malam. Semakin mendekati Kutub Utara, semakin panjang durasi puasanya.

Puasa di tengah pandemi virus corona Bagaimana suasana puasa selama masa pandemi virus corona seperti saat ini? Norwegia telah menerapkan lockdown sejak 12 Maret 2020. Banyak hal yang berubah karena adanya pembatasan. Icha menyebutkan, hal ini turut berpengaruh pada pasokan bahan makanan dari Asia. Karena pandemi virus corona, pasokan bahan baku dari Asia terhenti. Dia mengatakan, bahan-bahan masakan seperti lengkuas, serai, kangkung, dan bahan makanan lainnya tidak ada selama beberapa minggu ini.  Meski di rantau, Icha selalu menghadirkan menu-menu Nusantara untuk santapan keluarganya. Ia juga kerap berbagi resep masakan di Instagram-nya, @ichasavitry.  "Kami biasa berbuka dengan air dan kurma, kemudian shalat maghrib, baru setelah itu makan malam," ujar Icha saat dihubungi Kompas.com, Minggu (26/4/2020). Sementara itu untuk sahur, menu yang disajikan seperti halnya di Indonesia, nasi dan berbagai lauknya. "Karena berbuka sudah cukup larut, maka kami makan dengan porsi kecil saja. Baru makan cukup besar ketika sahur," kata ibu satu anak, yang juga penulis buku ini. Pada dua hari pertama puasa, putranya, Fatih (13), masih belum terbiasa saat dibangunkan untuk santap sahur.. "Ngapain aku bangun tengah malam, ya?" kata Icha menirukan perkataan Fatih.


Icha menceritakan, muslim di Norwegia sekitar 6 persen dari total populasi negara itu yang berjumlah 5 juta jiwa. Sebagian besar muslim di Norwegia adalah para pendatang atau imigran dari negeri-negeri Arab dan Benua Afrika. Setiap Ramadhan, masjid-masjid di Norwegia biasanya dipenuhi dengan jemaah yang berbuka puasa bersama hingga menjalankan tarawih sampai tengah malam. Tidak ada tradisi khusus soal ini. Seperti negara-negara lainnya, muslim di Norwegia selalu menyediakan iftar (makanan berbuka) dan jamuan makan malam gratis selama Ramadhan. Orang-orang menyumbang makanan dengan sukarela dan biasanya ada daftar siapa saja yang akan menyumbang hidangan tersebut. Namun, karena pandemi virus corona, sejak peneraoan lockdown, Islamsk Råd Norge (IRN), MUI-nya Norwegia, mengeluarkan fatwa meniadakan shalat berjamaah di masjid. Masjid-masjid di seluruh Norwegia ditutup. Pemerintah menginstruksikan untuk meniadakan kerumunan, termasuk perkumpulan agama apa pun. Icha mengaku merindukan Ramadhan di Indonesia dengan semua kemeriahannya. Hal yang dirindukan itu seperti jalanan yang penuh dengan penjual makanan berbuka puasa, berbuka bersama keluarga besar, shalat berjamaah di masjid yang selalu ramai, dan sebagainya.


Dampak Covid-19  Kepada Kompas.com, Icha juga menceritakan situasi dan suasana di Norwegia setelah penerapan lockodown karena dampak virus corona. Di sana, seperti halnya di Indonesia, semua sekolah tutup, mayoritas pekerja bekerja dari rumah, kecuali para key workers. Mereka yang termasuk key workers adalah petugas medis, polisi, militer, pekerja pos, supir bus, taksi, pekerja toko bahan makanan, apoteker. "Banyak hal berubah. Yang jelas kota kami semakin sepi. Pemerintah melarang semua kegiatan berkumpul dan keramaian," ujar Icha. Orang-orang hanya diperbolehkan keluar untuk belanja bahan makanan atau obat-obatan dan berolahraga dengan maksimal 5 orang dalam satu grup. Perubahan yang juga dirasakan banyak orang adalah perekonomian yang lesu dan jumlah pengangguran meningkat. "Masyarakat Norwegia tertib, patuh, dan disiplin menjalani perintah lockdown karena pemerintah sepenuhnya menjamin seluruh kebutuhan masyarakat melalui paket-paket stimulus ekonomi dan keringanan pembayaran," kata dia. Untuk mengisi waktu di rumah selama penguncian, Icha biasanya membaca berita perkembangan di dunia serta Tanah Air, dan aktif menulis di media sosial. Di sana, dia berbagi cerita soal keseharian, topik mengenai parenting, pendidikan di Norwegia, dan resep masakan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita dari Norwegia, Kisah WNI Jalani Ibadah Puasa 16,5 Jam hingga 19,5 Jam"

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
101.1 fm
103.5 fm
105.9 fm
94.4 fm