Sedangkan kelompok kontrol seharusnya tidak diberi panduan atau aturan.
Kedua kelompok berhasil menurunkan berat badan, namun studi mengungkap kelompok diet intermiten kehilangan berat badan lebih banyak, termasuk massa otot.
Hal itu tidak terlihat pada partisipan yang mengikuti pola makan tradisional.
Di dalam unggahannya, Tello mengatakan studi tersebut tidak menjelaskan kualitas makanan yang dikonsumsi kedua kelompok.
"Setiap orang bisa saja mengonsumsi gorengan atau makanan cepat saji, soda manis dan permen, kita tidak tahu," tulis Tello di Harvard Health.
"Studi itu tidak menyebutkan kualitas diet atau aktivitas fisik. Ini bukanlah bagaimana diet intermiten seharusnya dilakukan. Dan orang-orang yang mengikuti diet intermiten kehilangan antara 0,22 kg hingga 1,8 kg."
Dia juga mencatat, kedua kelompok diberi pola makan yang terstruktur.
Ia percaya, jika partisipan di dalam kelompok kontrol tetap makan seperti biasanya, temuan studi tersebut akan menjadi lebih meyakinkan.
Studi tersebut, lanjut Tello, menunjukkan diet intermiten berfungsi menurunkan berat badan, hanya saja beberapa hasil belum tentu benar, dan ada sedikit kelemahan di dalam pengaturannya.
"Satu studi negatif ini menambah literatur mengenai diet intermiten, namun tidak berpengaruh," katanya.
"Kami hanya butuh lebih banyak studi berkualitas tinggi untuk memiliki pemahaman lebih baik tentang cara paling efektif memasukkan diet intermiten ke dalam gaya hidup sehat."
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Benarkah Diet Intermiten Mengurangi Massa Otot?", Klik untuk baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/11/02/194602320/benarkah-diet-intermiten-mengurangi-massa-otot?page=2.