Misalnya, warna dingin digunakan untuk meningkatkan konsentrasi, atau hijau pucat untuk meningkatkan ketenangan.
Warna terkait erat dengan emosi, yang mana warna telah jadi bahasa kita sehari-hari.
Misalnya dalam beberapa bahasa Inggris, feeling blue artinya merasa mellow, seeing red artinya merasa marah, green with envy diartikan sebagai iri dengan apa yang dimiliki orang lain hingga in the pink yang diartikan sebagai merasa sehat.
Pandangan ini juga disetujui oleh psikolog mode, konsultan, dan pendiri situs Fashion Is Psychology, Shakaila Forbes-Bell, yang mengatakan bahwa ada warna tertentu yang kerap dikaitkan dengan emosi tertentu.
Pasalnya ada beberapa interpretasi warna yang bersifat universal.
Misal warna dingin seperti biru mengindikasikan perasaan tenang dan kreatif, sedangkan warna hangat seperti merah dapat meningkatkan perasaan gembira dan gairah.
"Tetapi kebahagiaan terlalu subjektif jika hanya dinilai hanya pada satu warna saja," ujarnya menekankan.
Hubungan antara warna dan emosi itu rumit karena interpretasi budaya tentang warna memengaruhi emosi yang muncul saat memakainya.
"Misalnya, dalam budaya Barat, putih dikaitkan dengan kemurnian dan awal yang baru. Sedangkan dalam budaya Timur dan Asia, putih dikaitkan dengan kematian dan duka,” ujar Forbes-Bell lagi.
Ia pun menekankan bahwa sebaiknya dopamine dressing dinilai berdasarkan pengalaman pribadi, bukan digeneralisir atau bersifat universal.