Bila sungguh terjadi, maka semakin lengkap dosa panitia penyelenggara jika menggunakan paksaan akibat adanya ketimpangan relasi kuasa yang menekankan rasa takut kontestan bila tidak mengikuti proses body checking tersebut.
Itu sama saja dengan penyerangan seksual (sexual assault) secara verbal yang pada akhirnya menyebabkan korban merasa tidak berdaya dan terpaksa mengikuti keinginan juri.
Objektifikasi Tubuh Perempuan di Industri Hiburan
Tidak dapat dipungkiri jika pelecehan dapat terjadi dalam beragam bentuk dan di berbagai tempat.
Namun industri hiburan merupakan salah satu sektor paling rawan pelecehan tubuh sebab kerap dianggap sebagai bagian dari seni hiburan.
Pelecehan yang sering dialami oleh para pelaku industri hiburan adalah yang berkaitan dengan tubuh.
Bagi perempuan, proporsi tubuh tertentu merupakan ‘persyaratan’ mutlak untuk menjadi entertainer, misalnya memiliki payudara yang berisi, pinggul yang semok, dan tubuh langsing.
Apabila tidak memiliki kriteria-kriteria tersebut, perempuan tetap bisa menjadi entertainer, hanya saja diposisikan sebagai pihak yang ditertawakan akibat kekurangan fisiknya, seperti menertawakan giginya yang tonggos, kulit yang berwarna gelap, atau tubuh yang gendut.
Tubuh perempuan dalam bentuk sempurna dan kekurangan sekalipun hanya merupakan komoditas di dunia entertainment sebagai objek yang dapat diseksualisasikan atau dijadikan bahan tertawaan.
Ekosistem dalam industri hiburan memposisikan perempuan bukan sebagai subjek yang memiliki kuasa penuh atas bagaimana mereka menampilkan tubuhnya di ruang publik.