SonoraBangka.id - Banyak orangtua yang kerap sulit membedakan antara anak yang bertubuh pendek dengan stunting.
Stunting atau kondisi gagal tumbuh biasanya identik dengan ciri-ciri tubuh kerdil atau pendek.
Sehingga ketika orang tua menyadari anaknya bertumbuh pendek, tidak heran jika banyak yang was-was jika anaknya mengalami stunting.
Padahal, tubuh pendek bukan hanya karena stunting lho Moms.
Tubuh pendek pada anak bisa jadi karena faktor genetik atau keturunan.
Lalu, bagaimana cara membedakan anak stunting dan pendek karena faktor genetik?
Mengutip dari Kompas, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, Prof.dr. Aman B Pulungan, Sp.A(K), menilai masih ada pemahaman yang salah tentang anak stunting di masyarakat. Persoalan stunting masih dianggap sebatas anak pendek saja.
"Yang salah adalah cara intrepretasi data. Padahal dari kurva monitoring pertumbuhan bisa dinilai apakah seorang anak itu pendek biasa ataukah stunting," kata Aman dalam wawancara yang dilakukan secara virtual (16/4), mengutip dari Kompas.
Ia menegaskan, stunting adalah kondisi anak yang pendek disertai dengan kondisi malnutrisi.
Sedangkan anak pendek bisa disebabkan karena berbagai sebab, misalnya kelainan hormon, masalah kromosom, kelainan tulang, atau faktor genetik karena orangtuanya juga berpostur pendek.
"Kalau orangtuanya pendek, enggak mungkin anaknya tinggi," ujarnya.
Aman juga menambahkan bahwa penyebab stunting bukan hanya karena faktor gizi.
Adanya masalah sosial, ekonomi, politik, dan emosional juga bisa memicu terjadinya stunting.
Oleh sebab itu, harus dilakukan pencegahan dan deteksi dini dengan tepat.
"Pencegahan dan deteksi dini sangat penting dalam manajemen gangguan pertumbuhan seperti stunting. Sistem yang sudah berjalan di Indonesia berpotensi untuk ditingkatkan, misalnya penggunaan buku KIA dan pemanfaatan Posyandu," jelas Aman.
Dengan demikian, maka para orang tua dianjurkan melakukan pemantauan tumbuh kembang ana sejak dalam kandungan hingga usia 3 tahun.
"Anak baru lahir harus mengikuti pemantauan tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, dan imunisasi. IDAI punya aplikasi Primaku, tinggal diisi saja nanti bisa terlihat kurvanya," papar Aman.
Menurut Aman, metode survei yang dilakukan di Indonesia harus diperbaiki. Monitoring tumbuh kembang anak tidak bisa hanya dilakukan satu kali, tetapi terus bertahap sesuai milestone tumbuh kembang anak.
"Misalnya anak saat lahir panjang badannya pendek, kemudian dia sedang dalam proses catch up di usia satu tahun. Kalau dia ‘ketangkep’ survei di usia itu bisa-bisa dibilang stunting. Hati-hati juga pada anak yang lahir dengan berat rendah, biasanya akan tetap pendek sampai ia berusia 3-4 tahun," tuturnya.
Aman mengatakan bahwa sudah diketahui bahwa tinggi badan anak tak sesuai dengan usianya, harus dilakukan pemeriksaan dengan melakukan pemeriksaan darah hingga rontgen.
Jika tubuh pendek anak memang karena malnutrisi yang menyebabkan stunting, maka perlu dilakukan intervensi gizi.
"Intervensi untuk anak yang pendek karena kurang gizi bisa dengan pemberian makan, terutama komponen protein," katanya.
Sebaliknya, jika anak pendek bukan karena malnutrisi, pemberian intervensi gizi dapat membuat anak menjadi obesitas.
Jadi, sudah tahu ya sekarang?
Artikel ini telah terbit di https://nakita.grid.id/read/023874729/perbedaan-anak-stunting-dan-pendek-karena-faktor-genetik-moms-jangan-panik-dulu?page=all