SonoraBangka.id - Pada November 2022, Pemprov Bangka Belitung menyatakan ada lahan 42.000 hektare untuk food estate atau lumbung pangan.
Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyediakan lahan seluas 42.000 hektare untuk pengembangan food estate sebagai upaya meningkatkan perekonomian dan ketahanan pangan masyarakat di Negeri Serumpun Sebalai.
Hal itu, disampaikan pada era Pj Gubernur Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin.
Namun hingga saat ini belum diketahui kelanjutnya.
Anggota Komisi II DPRD Bangka Belitung, Mansah, mengatakan, program itu berasal dari Kementerian Pertahanan.
"Setahu kita bahwa food estate adalah program yang dicanangkan oleh Kementerian Pertahanan yang kemudian ditindak lanjuti oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), untuk penyediaan kawasan hutan. Untuk mendukung program strategis nasional tersebut," jelas Mansah kepada, Bangkapos.com, Senin (28/8/2023).
Sejak wacana ini digulirkan, kata Mansah, khususnya di Bangka Belitung pada 2021 sampai sekarang belum melihat di lapangan.
Terkait kerja-kerja nyata untuk pembangunan program ini. Artinya hanya sebatas wacana semata.
"Perlu kita ketahui bahwa pengembangan area baru untuk ketahanan pangan perlu mempertimbangkan aspek berkelanjutan. Untuk menjaga kelestarian lingkungan yang direfleksikan oleh berbagai ketentuan, harus dipenuhi sesuai dengan aturan yang berlaku," katanya.
Tentunya juga, dikatakan Politikus Nasdem ini, perlu ada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terlebih dahulu untuk menjamin pembangunaan yang berkelanjutan kedepannya.
"Artinya terlalu jauhlah kita bicara food estate yang masih memerlukan prosedur dan waktu yang cukup panjang kedepannya. Kenapa justru kita tidak memanfaatkan potensi lahan sawah kita di Bangka Belitung, yang hari ini terbengkalai tidak terkelola secara maksimal yang luasannya mencapai kurang lebih 22. 400 hektar," keluhnya.
Selain itu, dikatakan Mansah dirinya sudah sering menyampaikan di rapat teknis bersama OPD dan dinas terkait bahkan disampaikn juga di berbagai media.
Terkait Bangka Belitung yang masih sangat bergantung dengan daerah luar.
"Ketersedian bahan pokoknya terutama dari wilayah Sumatra dan Pulau Jawa, artinya kita belum bisa swasembada pangan. Padahal kita memiliki puluhan ribu hektar lahan sawah yang bisa di tanami padi, untuk pemenuhan kebutuhan beras kita," jelas Anggota Dewan Babel dari Bangka Barat ini.
Lebih jauh, dikatakan Mansah saat ini, Bangka Belitung juga memiliki ratusan ribu hektar perkebunan kelapa sawit yang bisa diintegrasikan dengan peternakan sapi.
Untuk pemenuhan kebutuhan daging di Bangka Belitung.
"Selain itu cabai dan sayur mayur masih banyak didatangkan dari luar, sehingga lagi lagi menjadi pemicu inflasi di negeri ini. Sampai hari ini semua itu belum termanfaatkan secara optimal potensi alam yang kita miliki," keluhnya.
Padahal setiap tahun, dikatakan Mansah pada musim-musim barat, sering mengalami dan mengeluhkan terhambatnya pasokan bahan pokok, penting dari luar karena terkendala cuaca dan proses pengangkutan.
"Bisakah kita membayangkan jika force mayor terjadi di luar sana. Artinya otomotis kita akan kesulitan bahan pangan karna status kita masih berpotensi krisis bahan pangan. Penduduk Bangka Belitung hari ini sudah mendekati 1,5 juta jiwa. Artinya cukup banyak orang yang perlu makan, ini harus kita pikirkan bersama-sama," jelasnya.
Ia mengatakan, jangan sampai penduduk Bangka Belitung ini kelaparan karena tdak ada bahan pangan.
Harusnya dengan luasan lahan yang dimiliki Bangka Belitung dapat menjadi lumbung pangan nasional, dan minimal swasembada lokal untuk wilayah sendiri.
Evaluasi Dahulu
Dikatakan Mansah, Pemprov Bangka Belitung nantilah berbicara food estate. Tetapi yang terpenting optimalkan dan makaimalkan dahulu apa yang sudah ada saat ini.
"Evaluasi dulu secara menyeluruh sejauh mana interfensi kita untuk ketahanan pangan di Babel ini. Saya belum melihat secara jelas keseriusan pemerintah daerah dalam menginterfensi hal tersebut, baik interfensi anggaran, interfensi kebijakan dan interfensi aturan dalam menyikapi, menindaklanjuti regulasi yang sudah ada," saran Mansah.
Seperti, halnya dikatakan Mansah, berkaitan dengan peraturan gubernur atau peraturan kepala daerah sebagai tindak lanjut dari peraturan daerah.
"Saya contohkan perda pengelolaan perkebunan kelapa sawit nomor 19 tahun 2017 yang di dalamnya salah satunya mengatur tentang integrasi sapi dan sawit sampai hari ini belum juga ada pergubnya. Artinya kita belum siap dan belum serius," ungkapnya.
Lebih jauh dikatakannya, ketahanan pangan, saat ini tidak bisa lepas dari kesiapan sumber daya, baik sumber saya manusia, sumber daya alam dan sumber daya teknologi.
"Saran saya kita harus memperkuat ketiga sumber daya ini. Sumber daya manusia mulai dari petani yang harus betul-betul fokus untuk mengelola potensi lumbung pangan kita. Yang tersedia dan tenaga penyuluh pertanian harus terus diupgrade kompetensi dan keilmuannya untuk memetakan potensi yang ada," katanya.
Selain itu, perlu dilakukan pendampingan petani dalam pelaksanaannya serta yang terpenting adalah sumber daya teknologi yang mumpuni umtuk mendukung pengelolaan alat mesin pertanian yang saat ini masih sederhana dan tradisioinal.
"Bayangkan hari ini kita memiliki lahan puluhan ribu hektar hanya dikelola dengan puluhan hand traktor yang sederhana. Bahkan masih banyak masyarakat menggunakan cangkul secara manual. Mau sampai kapan kita bisa menyelesaikan lahan persawahan. Jika tidak didukung dengan peralatan teknologi yang mumpuni," keluh Mansah.
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Rencana Food Estate 42.000 Ha Tak Ada Kabar, DPRD Babel Singgung Lahan Sawah Banyak Tak Terpakai, https://bangka.tribunnews.com/2023/08/28/rencana-food-estate-42000-ha-tak-ada-kabar-dprd-babel-singgung-lahan-sawah-banyak-tak-terpakai?page=all.