"Kelembaban udara lingkungan yang ekstrem mempercepat proses reaksi alamiah perubahan kualitas bahan bakar, turun dengan sendirinya. Tentu itu membuat kompresi di ruang bakar tidak maksimal," ucapnya.
Pembakaran yang tercipta menghasilkan lebih banyak kotoran karbon yang gagal terkompresi sempurna oleh mesin.
Secara teori, peningkatan jumlah produksi karbon berpeluang menganggu sistem pembakaran, hal tersebut benar karena penumpukan kerak tersebut memicu mesin mengalami detonasi atau ngelitik.
"Mesin ngelitik tenaga berkurang signifikan, respon akselerasi mesin menerima perintah ECU jadi lambat. Jangka panjang, akselerasi tak lagi responsif justru konsumsi bahan bakar semakin banyak," ujarnya.
Kepala Bengkel Nasmoco Majapahit Semarang Bambang Sri Haryanto mengatakan, pembersihan total ruang bakar mesin efektif mengembalikan performa kendaraan.
Tapi restorasi performa sepenuhnya ditentukan pembaruan data kebutuhan kompresi, tergantung ritme perpaduan rasio komposisi pengapian yang dibutuhkan.
"Ada fase adaptasi, setelah mesin dikalibrasi ulang untuk mengembalikan performa kendaraan. Jadi, pengapian mesin yang diatur seluruhnya berdasarkan perhitungan sistem operasi ECU akan mengkoreksi ulang data lama. Kebutuhan pengendara menyangkut akselerasi dan tenaga puncak bisa di komposisi dari kebiasaan gaya berkendara," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Benarkah Bensin Gampang Basi Saat Suhu Udara Dingin? ", Klik untuk baca: https://otomotif.kompas.com/read/2022/11/11/133100615/benarkah-bensin-gampang-basi-saat-suhu-udara-dingin-?page=all#page2.