kiri ke kanan) Kepala Bidang PAUD Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Wawan Sofwanudin, Kepala KPU Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hatta Gatot Sugeng Wibowo, Dirjen Bea dan Cukai Askolani, Stafsus Bidang Komunikasi Strategis Kemenkeu Yustinus Prastowo, Senior Technical Advisor DHL Indonesia Ahmad Mohammed, Plt Kepala SLB A Pembina Tingkat Nasional Dedeh Kurniasih saat konferensi pers di Kantor DHL Express Indonesia, Tangerang, Senin (29/4/2024).
kiri ke kanan) Kepala Bidang PAUD Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Wawan Sofwanudin, Kepala KPU Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hatta Gatot Sugeng Wibowo, Dirjen Bea dan Cukai Askolani, Stafsus Bidang Komunikasi Strategis Kemenkeu Yustinus Prastowo, Senior Technical Advisor DHL Indonesia Ahmad Mohammed, Plt Kepala SLB A Pembina Tingkat Nasional Dedeh Kurniasih saat konferensi pers di Kantor DHL Express Indonesia, Tangerang, Senin (29/4/2024). ( KOMPAS.com)

Hibah Alat Belajar SLB Ditagih Bea Masuk Ratusan Juta Rupiah, Bea Cukai Sebut Ada Miskomunikasi

30 April 2024 10:17 WIB

SonoraBangka.ID - Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani menyebutkan, persoalan alat belajar sekolah luar biasa (SLB) yang tertahan dan diminta membayar bea masuk ratusan juta rupiah disebabkan miskomunikasi.

SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta seharusnya menerima hibah 20 keyboard braille yang dikirim perusahaan OHFA Tech Korea Selatan sejak Desember 2022. Namun, alat belajar itu tertahan seiring dikenakan tarif bea yang besar.

Askolani mengatakan, komunikasi yang tidak berjalan baik antara pihak SLB, Dinas Pendidikan, dan perusahaan jasa titipan (PJT) DHL Express Indonesia membuat Bea Cukai tidak mengetahui bahwa alat belajar SLB itu merupakan hibah.

"Jadi SLB, Dinas, kemudian juga PJT mengakui ini tidak terkomunikasi dengan baik sehingga kemudian menyikapinya kurang pas," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor DHL Express Indonesia, Tangerang, Senin (29/4/2024).

Ia menjelaskan, mulanya keyboard braille untuk SLB masuk dengan fasilitas pengiriman DHL melalui mekanisme barang kiriman, bukan hibah. Alhasil, Bea Cukai mengenakan penarifan pada barang tersebut sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Bea Cukai sempat menetapkan nilai barang tersebut sebesar Rp 361,03 juta dengan meminta pihak sekolah untuk membayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) sebesar Rp 116 juta, serta membayar biaya penyimpanan gudang yang dihitung per hari.

"Nah, tidak ada info (kalau hibah), yang kemudian masuk ke kita sebagai barang kiriman, sehingga kami tetap hitung sebagai barang kiriman maka ada tarif kepabeanannya," kata Askolani.

Besarnya tarif yang dikenakan tersebut pada akhirnya membuat proses pengurusan 20 keyboard braille tidak dilanjutkan pada 2022. Barang itu pun hanya tersimpan di gudang DHL dan ditetapkan sebagai barang tak dikuasai oleh Bea Cukai.

"Di 2023 barang itu diinfoin lagi kepada DHL untuk memperbaiki address-nya, dokumennya, dan lain-lain. Tetapi, komunikasi ini hanya sampai PJT, belum masuk ke ranah kita Bea Cukai. Kita hanya diinfokan di awal ini barang kiriman, maka kita infokan tarifnya sekian. Tapi, dokumentasi dan segala macam ini masih sebatas di DHL yang memprosesnya dengan importirnya," jelas dia.

Kemudian pada 2024, persoalan ini mencuat di media sosial hingga menjadi sorotan publik. Pihak Bea Cukai pun menindaklanjuti hingga akhirnya diketahui bahwa barang tersebut merupakan hibah, bukan barang kiriman pada umumnya.

SumberKOMPAS.com
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
101.1 fm
103.5 fm
105.9 fm
94.4 fm