Sejarah Idul Adha, alasan mengapa disebut Hari Raya Kurban dan Lebaran Haji. Anggota DPR RI Dedi Mulyadi saat menangis melepas sapi-sapinya untuk dipotong pada momen Hari Raya Idul Adha 2022.(Dok Dedi Mulyadi)
Sejarah Idul Adha, alasan mengapa disebut Hari Raya Kurban dan Lebaran Haji. Anggota DPR RI Dedi Mulyadi saat menangis melepas sapi-sapinya untuk dipotong pada momen Hari Raya Idul Adha 2022.(Dok Dedi Mulyadi) ( KOMPAS.COM)

Sejarah Idul Adha, Mengapa Disebut Sebagai Hari Raya Kurban dan Lebaran Haji?

17 Juni 2024 19:00 WIB

SONORABANGKA.ID - Adalah Idul Adha setiap 10 Zulhijah dalam kalender Hijriah sering kali disebut sebagai Hari Raya Kurban dan Lebaran Haji.

Istilah Hari Raya Kurban identik dengan tradisi menyembelih hewan kurban oleh umat Islam yang mampu untuk kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat sekitar.

Hewan kurban yang disembelih untuk ibadah kurban pun beragam, mulai dari sapi, kambing, domba, kerbau, maupun unta.

Sementara itu, Hari Raya atau Lebaran Haji berkenaan dengan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci.

Lantas, bagaimana sejarahnya?

Sejarah Idul Adha

Dilansir dari laman Kementerian Agama, Idul Adha terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Arab.

Kata idul atau id diambil dari 'ada-ya'udu yang memiliki arti "kembali". Sementara, adha merupakan jamak dari kata adhat atau udhiyah, yang bermakna "kurban".

Dengan demikian, Idul Adha dapat diartikan sebagai kembali berkurban atau hari raya penyembelihan hewan kurban.

Perintah berkurban bagi umat Islam bermula dari kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail, dalam menjalankan perintah Allah SWT.

Saat Nabi Ismail beranjak remaja, Nabi Ibrahim bermimpi mengorbankan putra kesayangannya untuk disembelih.

Padahal, Nabi Ismail merupakan anak pertama Nabi Ibrahim yang lahir setelah penantian panjang.

Kala itu, Nabi Ibrahim pun bingung menyikapi mimpinya. Namun, ia tak lantas mengingkari mimpi tersebut.

Nabi Ibrahim justru memilih merenungi mimpi dan memohon petunjuk kepada Allah Yang Mahakuasa.

Hari selanjutnya, mimpi yang sama kembali menemani malam Nabi Ibrahim, demikian pula pada malam ketiga.

Setelah memimpikan hal yang sama hingga tiga kali, barulah Nabi Ibrahim meyakini dan membenarkan perintah tersebut.

Hari raya Kurban bermula dari pengorbanan Nabi Ibrahim

Nabi Ibrahim merupakan seorang hamba yang patuh, sehingga menaati perintah Allah SWT meski harus mengorbankan anak yang telah lama dinantikan.

Dilansir dari Kompas.com, Kamis (29/6/2023), Allah SWT kemudian berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 120 yang artinya:

"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang Imam (yang dapat dijadikan teladan), qaanitan (patuh kepada Allah), dan hanif, dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang menyekutukan Allah)."

Nabi yang mendapat julukan Abul Anbiya atau Bapak dari Para Nabi ini pun menyampaikan isi mimpi kepada anaknya, sebagaimana tertulis dalam Al Quran Surat Ash-Shaffat ayat 102:

"Maka tatkala anak itu sampai (pada usia sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku sedang menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!', Ismail menjawab: 'Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

Melihat ketakwaan Nabi Ibrahim dan putranya, Allah SWT kemudian mengganti Nabi Ismail dengan seekor kambing.

Kisah ini pun menjadi cikal bakal ibadah kurban dan sebutan Hari Raya Kurban yang dilaksanakan umat Islam setiap 10 Zulhijah.

Idul Adha bertepatan dengan puncak ibadah haji

Di sisi lain, istilah Lebaran Haji untuk hari raya Idul Adha tidak lepas dari pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci setiap Zulhijah.

Sehari sebelum Idul Adha, pada 9 Zulhijah, umat Islam yang melaksanakan ibadah haji tengah melaksanakan rangkaian puncaknya, yakni wukuf atau berdiam diri di Padang Arafah, Arab Saudi.

Wukuf adalah ritual ibadah haji yang mengajarkan umat Islam untuk meninggalkan aktivitas sejenak.

Waktu wukuf di Padang Arafah dimulai setelah tergelincirnya Matahari atau waktu dzuhur pada hari Arafah.

Kegiatan ini bertujuan agar jemaah dapat merenungkan diri, seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim setelah menerima perintah Allah untuk mengorbankan Nabi Ismail.

Sementara itu, bertepatan dengan wukuf di Arafah atau hari Arafah, bagi umat Islam yang tidak melaksanakan ibadah haji, disunahkan untuk menjalankan puasa.

Pahalanya sebagaimana terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, adalah menghapus dosa selama dua tahun.

"Puasa hari Arafah dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun akan datang."

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarah Idul Adha, Mengapa Disebut Hari Raya Kurban dan Lebaran Haji?", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2024/06/17/073000165/sejarah-idul-adha-mengapa-disebut-hari-raya-kurban-dan-lebaran-haji-?page=all#page2.

SumberKOMPAS.com
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
101.1 fm
103.5 fm
105.9 fm
94.4 fm