SONORABANGKA.ID - Adalah Toyota Indonesia menyayangkan keputusan pemerintah yang tidak memberikan insentif untuk mobil hybrid alias hybrid electric vehicle (HEV) di pasar dalam negeri.
Sebab, meskipun pada sisi pertumbuhan penjualan jenis mobil ini terus mencetak kinerja positif, tapi belum cukup untuk menjadikannya sebagai basis produksi dan ekspor.
Sementara, persaingan industri padat karya khususnya kendaraan bermotor rendah emisi, semakin ketat. Sehingga jika Indonesia telat melakukan transformasi, ada potensi kehilangan pasar.
Demikian dikatakan Wakil Direktur Utama PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/8/2024).
"Kita sih tetap berharap agar pemerintah konsisten mendorong investasi yang berorientasi pengurangan karbon, karena saat inii industri otomotif sudah cukup maju, ditandai ekspor yang kuat," katanya.
"Tetapi ke depan kita harus bertransformasi kepada rendah emisi. Kalau telat beradaptasi tentunya kita akan kehilangan kesempatan baik buat membangun industri yang tidak saja padat karya, tapi juga ekspor dan berteknologi tinggi," ucap Bob.
"Memang kelihatan penjualan hybrid lebih baik dari BEV. Tapi, belum cukup menjadikan Indonesia sebagai based (basis produksi) untuk pasar domestik dan ekspor," ucapnya lagi.
Adapun salah satu indikator penjualan mobil hybrid belum bisa menjadi basis ekspor karena volume-nya yang masih kurang dari 10 persen terhadap pasar nasional.
Data Gaikindo, selama enam bulan pertama tahun ini penjualan HEV berhasil naik 49 persen secara tahunan menjadi 25.791 unit. Sedangkan BEV meski tumbuh 104 persen, volumenya masih 11.940 unit.
Dengannya, HEV telah menguasai 68 persen pasar mobil listrik nasional selama semester I/2024 yang totalnya mencapai 37.731 unit.